FPR Sulsel Segera Suarakan Hak-hak Pengungsi Rohingya sebagai Korban Pelanggaran HAM Berat

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Forum Peduli Rohingya Sulawesi Selatan (FPR Sulsel) akan menindaklanjuti temuan dari tim pencari faktar PBB yang menyebut militer Myanmar melakukan genosida terhadap etnis Rohingya.

Ulil Amri selaku koordinator pengacara FPR Sulsel, mengatakan dari hasil temuan PBB tersebut, sudah dapat disimpulkan bahwa militer Myanmar telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Sehingga, kata direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ummat Fokus Islam, itu semestinya seluruh pengungsi Rohingya di mana pun berada, termasuk di Indonesia, diberikan perlakukan secara khusus dan berbeda dibanding imigran lainnya.

“Kita sudah dapat menyebut bahwa imigran asal Rohingya yang ada di Indonesia, termasuk di Kota Makassar adalah korban pelanggaran HAM berat, sehingga kita akan berupaya memperjuang hak-hak para imigran asal Rohingya ini,” kata Ulil dalam pertemuan di kantor DPRD Kota Makassar, Jumat (21/9/2018).

Ketua FPR Sulsel, HM Iqbal Djalil, menyampaikan langkah yang akan ditempuh sebelum menyuarakan hak-hak imigran Rohingya di tingkat nasional sampai ke forum internasional itu, yakni akan meminta masukan dan pandangan dari praktisi hukum internasional dan HAM.

“Kami akan adakan semacam focus group discussion (FGD) berteman legal opinion baru kita akan melangkah ke tahapan selanjutnya,” ujarnya.

Pertemuan itu dihadiri sejumlah tokoh, di antaranya Ketua Forum Ummat Islam Bersatu (FUIB) Sulsel, Ustad Mukhtar Daeng Lau; Wakil Pimpinan Daerah Muhammadiyah Makassar, Kyai HM Said Abd Shamad; Direktur LAZIS Wahdah, Ustad Syahruddin, serta sejumlah pengungsi Rohingya.

Sekretaris FPR Sulsel, Irfan Abdul Gani, mengaku sangat miris melihat kehidupan pengungsi Rohingya di Makassar.

Selama beberapa tahun lamanya tinggal di sejumlah wisma penampungan pengungsi, ia membeberkan, mereka tidak bisa bebas selayaknya warga pada umumnya. Bahkan sampai sekarang sudah ada pengungsi Rohingya yang tinggal di Makassar selama 11 tahun, namun belum memperoleh kepastian ke negara pihak ketiga atau tujuan suaka.

“Bersama dengan FUIB Sulsel, kita sudah adakan pertemuan selama 2 kali di kantor DPRD Sulawesi Selatan dengan menghadirkan perwakilan PBB, perwakilan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dan kantor imigrasi, tetapi tidak ada hasil. Pembahasan selalu berulang dan tidak ada kejelasan nasib pengungsi Rohingya,” terang Irfan.

Musa, salah seorang pengungsi asal Rohingya, sangat berharap nasib mereka segera ada kejelasan, sebab tinggal di Kota Makassar bagi semua pengungsi, sama sekali tidak bisa bebas mencari pekerjaan layak dan sebagainya.

Penulis: Rahmi Djafar