MAKASSAR – September merupakan bulan kelam dalam sejarah Indonesia. Banyak kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang terjadi pada bulan September. Pada bulan September 1984 terjadi kerusuhan Tanjung Priok, puluhan orang dibunuh karena dianggap subversive terhadap pemerintah.
Pada 24 September 1999, pemerintah melakukan tindakan represif terhadap mahasiswa dan masyarakat yang melakukan protes, puluhan orang terbunuh dan ratusan orang mengalami luka-luka. Aktivitas HAM Munir dibunuh pada bulan September pada tahun 2004.
Paska Reformasi 1998, konsep Hak Asasi Manusia mulai diperkenalkan kepada rakyat Indonesia. Berbagai instrumen HAM, termasuk pembentukan komisi HAM tingkat nasional, diratifikasi oleh Negara. Seiring dengan itu, pendidikan HAM dimasukkan ke dalam materi kebangsaan dan kurikulum nasional meskipun tidak secara sungguh-sungguh. Pemerintah merekayasa keadaan dengan sedemikian rupa seakan Indonesia terlihat sebagai bangsa yang peduli terhadap isu HAM. Faktanya, negara hanya melakukan formalitas belaka.
Saat ini distraksi dan perbedaan pemahaman mengenai HAM menciptakan segregasi di tengah masyarakat, menjadikan HAM sebagai “senjata tajam” untuk menyerang dan menekan kelompok yang berseberangan pandangan. Layaknya seorang yang masuk ke dalam ruangan gelap, publik Indonesia terjerumus ke dalam konflik horizontal maupun vertikal tanpa arah penyelesaian yang jelas. Kondisi kritis tersebut seolah-olah dipelihara dan dibiarkan oleh negara.
Hal ini mengakibatkan semakin maraknya pelanggaran HAM yang terjadi ditengah masyarakat tanpa adanya penyelesaian yang memuaskan. Sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil yang berjuang memajukan hak asasi manusia, kami melakukan kampanye “GULITA” dengan melakukan aksi simbolik di 7 kota dengan harapan :
Pertama, menuntut negara untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM Berat / kejahatan kemanusian sehingga hal tersebut tidak menjadi hantu bagi bangsa Indonesia dan menjadi warisan kelam bagi generasi yang akan datang.
Kedua, menuntut negara untuk menyediakan sarana yang efektif dan efesien ketika terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia, saat ini mekanisme peradilan, mekanisme administrative dan legislative seringkalai mengabaikan prinsip-prinsip pelanggaran HAM
Ketiga, memperkuat peran-peran lembaga negara yang mendorong pemajuan hak asasi manusia, demokrasi dan anti korupsi. Lembaga neagra seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman, Komisi Pengawas penegak hukum, Komisi Pemberantasan korupsi masih ditempatkan seperti anak tiri yang hanya menjadi hiasan bagi negara
Keempat, menjamin perlindungan terhadap orang-orang yang memperjuangkan dan melaksanakan hak asasinya. Banyak para penggiat hak asasi manusia, ataupun orang-orang memperjuangkan hak asasinya harus berujung pada kriminalisasi, intimidasi dan minimnya perlindungan
Kelima, mendorong pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap arti penting hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara baik dengan cara memasukan didalam pendidikan formal, informasi yang objektif serta praktek kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.