MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan meminta Polda mengklarifikasi soal penangkapan Wartawan di Sulsel beberapa waktu lalu.
Diketahui, Polda Sulsel melakukan penambahan masa tahanan terhadap jurnalis berita.news, Muhammad Asrul untuk 40 hari ke depan sejak 19 Februari lalu. Perpanjangan penahanan itu dilakukan lantaran pemeriksaan terhadap Muhammad Asrul diklaim belum selesai.
Terkait hal itu, Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan mengatakan negara Indonesia adalah negara hukum. Karena itu, kata dia, segala sesuatu itu rujukan harus berdasarkan hukum yang berlaku.
“Pasca reformasi, kebebasan pers itu sudah ada koridor hukumnya. Kalau pun ada permasalahan terkait dengan kerja-kerja jurnalistik maka itu ranahnya dewan pers,” kata Arteria, Senin (2/3/2020).
Akan tetapi, kata politisi PDIP itu mengatakan pihaknya juga menghormati segala proses hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Karena itu, kata dia, Kapolda Sulsel harus menjelaskan hal ini kepada publik.
“Pak Kapolda harus menjelaskan kepada publik secara terang benderang bahwa kenapa yang bersangkutan (Muhammad Asrul) dikenakan pidana umum. Karena itu sudah tidak lazim pada zaman yang seperti sekarang ini,” jelasnya.
BACA:Â Dewan Pers Kecam Pelaku Kekerasan dan Penghalangan Kerja Wartawan
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya akan meminta klarifikasi kepada pihak Polda Sulsel terkait masalah ini. “Tugas kami ini kan melakukan pengawasan, mudah-mudahan kita akan dapat klarifikasinya besok, dan tentu DPR juga akan menyikapi kasus ini,” ungkapnya.
Adapun ditanya mengenai surat perlindungan hukum yang dilayangkan Koalisi Pembela Kebebasan Pers (KPKP) kepada Komisi III, Arteria mengaku belum melihat surat tersebut. “Saya secara pribadi belum menerima dan secara institusi kelembagaan juga belum dibahas,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Muhammad Asrul ditahan Mapolda Sulsel sejak 30 Januari lalu atas laporan kuasa hukum Farid Kasim Judas yang merupakan anak Walikota Palopo. Asrul dikenakan pasal 28 dalam undang undang Informasi dan Transaksi Elektornik (ITE) dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.