SULSELEKSPRES.COM – Pegiat anti korupsi di Sulsel, Djusman AR mendukung sikap Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar yang menolak meminta maaf atas somasi dari Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan (LBP).
Djusman mengatakan, siapapun penyelenggara negara yang merasa dirugikan oleh sorotan publik dalam hal ini pernyataan Haris Azhar, tentu ada ruang klarifikasinya.
Namun sebagai pejabat publik atau penyelenggara negara harus terbuka menerima saran atau pendapat. Bahkan berbentuk kritik dan pengawasan kinerja penyelenggara negara.
“Luhut inikan kita ketahui adalah merupakan penyelenggara negara dimana diatur dalam UU penyelenggaraan negara, kan jelas ada undang-undang yang mengaturnya,” kata Djusman yang juga Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi, (9/9/2021).
“Ada alurnya untuk menggunakan hak jawab yang bukan langsung melayangkan somasi atau mengancam mempidanakan seseorang yang berpendapat, itu tidak menunjukkan sikap kenegarawanan,” tambahnya.
Dia menambahkan, ada aturan yang menuntunnya selaku penyelenggara negara dalam merespon kritik yang disampaikan oleh publik.
“Karena Luhut adalah penyelenggara negara dan atau pejabat publik sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN, kan ada ruang berperanserta masyarakat dalam menilai penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya, meskipun adalah hak bagi seluruh warga negara berkeberatan atau menempuh upaya hukum manakala ia merasa dirugikan oleh pendapat publik, kan tidak sepantasnya lebih mengedepankan tindakan seperti itu yang berbuah mengancam-mengancam, harusnya bertindak lebih bijak seperti membina dan mengarahkan ke upaya yang ke demokratis sebagai bapak bangsa,” ujar dia.
Dirinya pun menganggap bahwa teman seperjuangannya itu menyuarakan pendapat dikarenakan berdasarkan data yang dimilikinya.
“Jadi Bung Haris adalah bagian dari publik yang menyuarakan saran dan pendapat yang dijamin konstitusi, bahwa kalau kemudian terdapat kekeliruan apa yang disampaikan, ya klarifikasi, Haris kan sudah mengundang Luhut di Podcast nya namun Luhut memilih jalur hukum. Saya kira Bung Haris bukan aktivis esek-esek yang baru kemarin sore, dia selalu mengedepankan data yang cukup dalam mengeluarkan pendapat,” tuturnya.
“Ngapain juga mau minta maaf kalau memang yang disuarakannya itu adalah kebenaran, kan begitu,” lanjutnya.
Dirinya juga mengatakan bahwa Menko Marves itu mengapa kesannya selalu mengancam seseorang yang tidak sejalan dengan dirinya.
“Luhut itukan terkesan dikenal suka mengancam-ancam orang, selalu mau mempolisikan orang, ya tentu itu tidak menunjukkan sikap kenegarawanannya. Penyelenggara negara seperti itu bukan ciri seorang negarawan, dia harus paham konsekuensi penyelenggara negara itu adalah harus siap dikritik dong, jangan selalu mau dipuji-puji,” ujar Djusman AR yang juga Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar.
Maka dari itu, sebagai kawan juang dirinya mensupport langkah Haris Azhar dalam menghadapi jalur hukum yang dilakukan oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
“Sikap kami dari Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi kita memberi support serta dukungan moril, kita sesama aktivis HAM dan anti korupsi harus solid untuk ini. Saya juga sampaikan bahwa jangan pernah gentar menghadapi itu tetap semangat pada yang diyakini. Saya juga sampaikan langsung ke beliau bahwa berpegang teguhlah pada kebenaran meskipun kebenaran itu membunuhmu,” tegasnya.
Sebelumnya perseteruan Haris dengan Luhut bermula dari video percakapan dengan Fatia yang Haris unggah di kanal Youtube-nya. Dalam percakapan itu, disebut bahwa PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Luhut adalah salah satu pemegang saham di Toba Sejahtera Group.
Luhut membantah tuduhan tersebut dan mengirim somasi kepada Haris dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti
(*)