MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menetapkan enam orang saksi sebagai tersangka dugaan mafia tanah pada kegiatan pembayaran ganti rugi lahan untuk proyek strategis nasional Bendungan Passeloreng di Kabupaten Wajo tahun 2021.
Enam orang tersangka tersebut masing-masing, inisial AA selaku Ketua Satgas B pada kantor pertanahan Kabupaten Wajo, ND selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat, NR selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat, AN selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat, AJ selaku anggota pelaksana pengadaan tanah (P2T), JK selaku anggota pelaksana pengadaan tanah (P2T).
“Bahwa AA, ND, NR, AN, AJ dan JK ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHP,”ucap Kasi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi saat konferensi pers, Kamis (26/10/2023).
Kemudian selanjutnya dilakukan tindakan penahanan kepada para Tersangka masing-masing selama dua puluh hari terhitung mulai tanggal 26 Oktober 2023 sampai dengan tanggal 14 Nopember 2023.
Di mana untuk tersangka AA dilakukan penahanan di Rutan Kelas IA Makassar dan untuk tersangka AJ, JK, ND, NR, AN dilakukan penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas 1A Makassar.
“Alasan Penahanan kepada para tersangka karena dihawatirkan para Tersangka dapat menghilangkan barang buktti dan alat bukti yang berkaitan dengan transaksi dan pembayaran tanah ex Kawasan Hutan,”jelas Soetarmi.
Adapun kasus yang menjerat dan menjadikan AA sebagai tersangka dan sebagai orang yang turut serta atau bersama-sama dengan tersangka ND, NR, AN, AJ dan JK yakni pada tahun 2015 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) melaksanakan pembangunan Fisik Bendungan Passeloreng di Kecamatan Gilireng kabupaten Wajo.
Lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo diantaranya terdapat lahan yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Laparepa dan Lapantungo yang terletak di Desa Passeloreng, Kabupaten Wajo yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai Kawasan Hutan HPT.
Selanjutnya dilakukan proses perubahan Kawasan hutan dalam rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan, salah satunya untuk kepentingan Pembangunan Bendungan Panselloreng di Kabupaten Wajo.
Pada tanggal 28 Mei 2019 terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesian Nomor SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan Hutan menjadi bukan Hutan Kawasan Hutan seluas + 91.337 HA (Sembilan puluh satu ribu tiga ratus tiga puluh tujuh Hektar), perubahan fungsi kawasan hutan seluas + 84.032Â dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas + 1.838 HA di Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah mengetahui adanya Kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan bendungan Paselloreng, maka tersangka AA selaku ketua Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada tanggal 15 April 2021.
Lalu SPORADIK tersebut diserahkan kepada tersangka AJ selaku Kepala Desa Paselorang untuk ditandatangani dan tersangka JK selaku Kepala Desa Arajang turut menandatangani SPORADIK untuk tanah eks Kawasan yang termasuk di Desa Arajang.
Bahwa isi SPORADIK diperoleh dari informasi tersangka ND, tersangka NR dan tersangka AN selaku anggota Satgas B dari Perwakilan masyarakat, yang mana isi SPORADIK yang dimasukkan tersebut tidak sesuai dengan fakta dilapangan.
“Oleh karena 241 bidang tanah tersebut merupakan ex Kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan/tanah garapan, maka pembayaran terhadap 241 bidang tanah telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 13.247.332.000,- berdasarkan hasil perhitungan BPKP Proppinsi Sulsel,”terang Kasi Penkum.
Atas perbuatannya para tersangka disangkakan Pasal Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Subsidiair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.