MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Kebijakan penjabat Gubernur Sulsel Soni Sumarsono dinilai sangat tidak etis dan terkesan memaksakan kehendak.
Sebab, jabatan Sumarsono hanya tinggal menghitung hari. Selain penjabat Gubernur, sangat disesalkan langkah Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov Sulsel yang menyediakan proses pelantikan sejumlah pejabat eselon III dan eselon IV.
Pelantikan pejabat tersebut dipimpin langsung Penjabat Gubernur Sulsel Soni Sumarsono dan didampingi Penjabat Sekprov Sulsel H Tautoto TR, Senin (30/7/2018).
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Muh Saiful mengatakan, langkah dan kebijakan mendadak itu dinilai sangat bernilai politik dan patut dipertanyakan ada dibalik pergantian pejabat tersebut.
Menurut peneliti dari Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Publik (KPKP) ini apa yang dilakukan Sumarsono merupakan anomali dalam proses tata pemerintahan yang selama ini dijalankan oleh semua pemerintahan baik itu provinsi maupun kota/kabupaten.
“Ini tidak etis, mengingat Sumarsono itu merupakan Pejabat Sementara Gubernur dan bukan Gubernur defenitif. Lagi pula, saat ini hanya tersisa 2 bulan lagi (September) bakal ada pelantikan gubernur terpilih,” tegas Muh Saifullah melalui WhatsAppnya, Selasa (31/7/2018).
Dia juga, mempertanyakan urgensi pelantikan tersebut karena menurutnya, pengambilan keputusan strategis tidak bisa dilakukan selama pemerintahan transisi. “Jadi memang terasa aneh. Sepertinya ada yang ingin dipaksakan melalui pelantikan tersebut,” tandasnya.
Apalagi, dari informasi yang didapatkannya, diduga, telah terjadi pertemuan antara Sumarsono dengan salah satu mantan kandidat calon gubernur Sulsel di Pilgub dulu. Kalau ini memang benar, Imbuh Saiful, maka selain tidak etis dalam proses berpemerintahan, juga berpotensi terjadinya abuse of power.
“Kalau benar, ini menjadi preseden buruk bagi kepemimpinan Sumarsono, padahal selayaknya dia paling paham bagaimana bertata pemerintahan yang baik dan sesuai mekanisme yang ada,” tambahnya lagi.
Terpisah, Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Sulsel, Jayadi Nas menegaskan, tugas utama seorang penjabat gubernur adalah mengawal pelaksanaan pilkada dan pelayanan pemerintahan. “Jadi tidak melakukan mutasi, apalagi sudah ada gubernur terpilih”, tegasnya.
Menurut Jayadi, ada motivasi terselubung dibalik keputusan ini. apalagi kalau ingin melindungi kepentingan kelompok tertentu yang merasa ketakutan dengan pemerintahan baru yang akan mewujudkan pemerintahan yang bersih.
Lebih lanjut, Dosen Ilmu Pemerintahan Unhas ini menyatakan bahwa patut ditengarai adanya kongkalikong antara penjabat gubernur dengan kelompok yang gelisah dengan pergantian kepemimpinan, terutama bagi orang yang selama ini diuntungkan.
“Dalam konteks etika pemerintahan, seharusnya tidak dilakukan mutasi karena akan berpotensi terjadinya kekacauan dalam pelaksanaan pemerintahan di masa depan,” tandasnya.
Jayadi menambahkan, Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel terpilih Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman berhak melakukan mutasi untuk merekrut pejabat yang sesuai dengan visi misi dan program yang selama ini dikampanyekan kepada masyarakat. Dan itu sangat berpotensi orang yang baru saja dilantik akan tergeser.
“Ini yang seakan tidak dipertimbangkan oleh pak Soni dan lebih cenderung terpengaruh oleh kepentingan orang-orang yang gelisah dengan pergantian kepemimpinan, apalagi kalau ada deal-deal di dalamnya. sangat tidak beretika dan merusak tatanan budaya pemerintahan serta nilai-nilai luhur budaya Sulsel,” pungkasnya.
Seyogianya, kata Jayadi, Penjabat Gubernur Soni Sumarsono dapat menunjukkan contoh yang baik dalam mewujudkan kesinambungan pemerintahan dan tidak terjebak dalam irama kepentingan orang-orang atau kelompok yang haus dengan kekuasaan.






