Laporan Reportase (1): Nursyahril Daeng Se’re
GOWA, SULSELEKSPRES.COM — Belum lama ini Kementerian Kesehatan merilis hasil survei lembaga Survei Kesehatan Indonesia (SKI) terhadap kinerja pemerintah kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan terkait Program Percepatan Penurunan Stunting.
Dari hasil survei tersebut terungkap pencapaian Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) kabupaten/kota beragam. Ada yang berhasil menurunka persentase angka stunting.
Tapi banyak juga yang tidak berhasil menurunkan angka stunting di daerahnya, yang terjadi justru peningkatan persentase jumlah prevalensi stunting.
SKI melakukan survei di 23 kabupaten/kota. 13 kabupaten berhasil menurunkan persentase jumlah prevalensi balita srunting. 10 kabupaten termasuk Kota Makassar mengalami peningkatan jumlah stunting.
Sulselekspres.com melakukan penelusuran terkait program nasional yang menjadi salah satu fokus Presiden Jokowi menuju Indonesia Emas 2045.
Kabupaten Gowa menjadi target penelusuran dengan pertimbangan, kabupaten itu terbaik kedua setelah Kabupaten Luwu Utara sebagaimana hasil penilaian SKI.
Menurut hasil penilaian SKI, Kabupaten Gowa 2023 berhasil menurunkan prevalensi balita stunting sebesar 11,9% menjadi 21,1%. Angka prevalensi stunting tahun 2022 sebesar 33%. Angka itu berdasarkan penilaian lembaga berbeda yaitu SSGI.
Apa yang sudah dilakukan TPPS Gowa untuk menurunkan angka stunting?
Sulselekspres.com mendatangi Bappeda Kabupaten Gowa. Niat bertemu kepala dinas namun karena tidak ada, Asmita Y Halim, Fungsional Perencana, bersedia menjawab beberapa pertanyaan.
Dari penjelasan Asmita ada beberapa yang menarik antara lain, bahwa Program TPPS saat ini lebih berfokus kepada pencegahan munculnya angka baru stunting. Bukan kepada penderita stunting.
Hampir semua SKPD yang terkait dengan Program Percepatan Penurunan Stunting, programnya diarahkan ke program pencegahan.
SKPD itu antara lain, Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Perikanan, Dinas Pertanian, Dinas PUPR.
Untuk lokasi pelaksanaan program atau Lokus, tahun 2024 ini ditetapkan 17 desa dan kelurahan dari delapan kecamatan. “Untuk penentuan Lokus berdasarkan tools dari Ditjen Bina Bangda,” kata Asmita.
Lanjut Asmita dengan tools tersebut tidak pasti desa atau kelurahan yang angka stuntingnya tinggi bisa masuk sebagai lokus. “Ada empat parameter antara lain, angka prevalensi stunting, kesenjangan cakupan layanan intervensi,” terangnya.
Begitu besarnya fokus TPPS Gowa pada program pencegahan bukan kepada jumlah penderita stunting yang sudah ada menimbulkan pertanyaan, apakah ada program khusus menyentuh anak stunting kemudian dialokasikan anggaran bersumber dari APBD atau APBN sehingga jumlah yang sudah ada bisa turun atau bahkan bisa sembuh?
Asmita mengatakan ada program seperti itu terutama di Dinas Kesehatan seperti Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
Kemudian ada program yang bersifat swadaya masyarakat.
Seperti apa program swadaya tersebut? Akan dijelaskan pada laporan reportase (2).