SULSELEKSPRES.COM – Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Maju Sri Mulyani mengatakan Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang menerbitkan surat utang untuk menanggulangi pandemi virus corona (Covid-19).
Hal ini dilontarkan Sri Mulyani, menyusul banyaknya kritikan terkait surat utang negara global (global bond) sebesar US$4,3 miliar pada Selasa (7/4).
Namun, penerbitan surat utang global tersebut menuai kritikan dari sejumlah kalangan maupun publik.
Sri Mulyani menyebutkan, bahkan, negara-negara dengan ekonomi skala besar seperti Amerika Seikat (AS), Arab Saudi, Jepang, dan Inggris juga merilis utang untuk membiayai keuangan negara di tengah pandemi.
“Mereka membantu pengangguran, UKM juga, mereka membantu supaya tidak bangkrut. Maka digunakanlah tadi instrumen, ini terjadi di Jerman, Italia, Prancis, Inggris, Jepang, Thailand tetangga kita,” ujarnya melalui live Instagram, Jumat (1/5/2020), dilansir dari cnnindonesia.com.
“Australia, kemarin Menteri Keuangannya telepon saya, saya sekarang defisitnya naik 10 persen dari PDB, Singapura tetangga kita defisitnya sekarang tiba tiba 10% dari PDB. Itu namanya utang, AS stimulusnya 10% PDB itu ya utang juga,” katanya.
Lanjutnya, dalam hal ini pemerintah menambah utang untuk menjaga perekonomian. Misalnya, untuk menggelontorkan insentif kepada UMKM dan pengusaha, sektor kesehatan untuk menangani Covid-19, dan sebagainya.
Sebaliknya, penerimaan negara berkurang lantaran kinerja korporasi ikut terpuruk akibat pandemi.
“Ini hal-hal yang tidak pernah dilakukan sekarang dilakukan. Indonesia juga sama, sekarang dalam kondisi Covid masyarakat kena PHK, kemiskinan, tidak bisa bekerja, korporasi, kekurangan penerimaan, dan kredit,
imbuh Sri Mulyani.
Meskipun merilis surat utang, bendahara negara menyatakan pemerintah tetap berhati-hati dalam menjaga keuangan negara. Salah satunya dengan memangkas belanja tidak prioritas untuk penanganan Covid-19.
Di sisi lain, pemerintah telah melonggarkan ketentuan defisit APBN di atas 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sampai 2022. Pasalnya, tambahan belanja akan memperlebar defisit anggaran.
Ketentuan itu tertuang dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Dalam perpu tersebut, defisit APBN 2020 diprediksi mencapai 5,07 persen.
Akan tetapi, ia menuturkan defisit APBN Indonesia lebih rendah dibandingkan sejumlah negara lain.