SULSELEKSPRES.COM – Meniru langkah Korea Selatan (Korsel), Pemerintah Indonesia lewat Bappenas juga ikut mewacanakan pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke kota baru di luar pulau Jawa.
Untuk itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan, pihaknya bakal mengusulkan pembentukan badan otoritas khusus untuk mengurus pemindahan ibu kota tersebut. Tujuannya, agar proses pemindahan berjalan lebih lancar dan cepat.
Kata Bambang, kajian kementerian untuk pemindahan ibu kota setidaknya memakan waktu sekitar 5-10 tahun. Estimasi ini merujuk pada pengalaman pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan di sejumlah negara di dunia. Salah satu yang teranyar yaitu Korea Selatan.
BACA:Â Bahas Rencana Pemindahan Ibu Kota, Jokowi Paparkan Beberapa Aspek
Negara yang terkenal dengan budaya K-Pop itu memindahkan pusat pemerintahannya dari Seoul ke Sejong. Pemerintah Korea Selatan sebenarnya sudah mengumumkan pemindahan ibu kota mulai 2012, namun prosesnya belum selesai penuh sampai saat ini.
“Kami melihat pengalaman Korea, dari Seoul ke Sejong itu bertahap sampai 2030, jadi multiyears, karena itu, perlu ditangani oleh tim khusus. Usulan kami memang semacam badan otorita,” ujar Bambang di Kompleks Istana Kepresidenan, dilansir dari CNNIndonesia, Senin (29/4/2019).
Ia menjelaskan, nantinya badan otoritas bakal bertanggung jawab langsung ke presiden dan memiliki dewan pengawas, selain itu badan tersebut juga memiliki tugas untuk mengoordinasikan seluruh proses pemindahan ibu kota. Mulai dari pengelolaan dana investasi dan membangun kerja sama dengan seluruh pihak, baik dengan pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, hingga swasta.
Kemudian, badan itu juga akan mengelola aset investasi dan menyalurkan aset kepada pemerintah untuk pihak ketiga. Penyaluran aset itu dilakukan secara sistem kontrak untuk tujuan pembangunan kawasan.
Selanjutnya, badan itu juga akan mengelola proses pengalihan aset pemerintah di Jakarta untuk membiayai investasi pemindahan kota baru. Tak ketinggalan, badan ini juga harus melakukan pembangunan ibu kota baru. Mulai dari menyusun struktur, pola tata ruang, membangun infrastruktur, fasilitas pemerintah, hingga sarana dan prasarana.
“Juga mengawasi pergerakan harga tanah. Kami tidak mau nanti harga tanah di kawasan baru dikontrol oleh pihak swasta, karena nanti masyarakat akan kesulitan untuk mendapatkan lahan dan pemukiman yang layak,” jelasnya.
Kendati begitu, ia belum bisa melakukan estimasi kapan sekiranya badan tersebut harus dibentuk dan seperti apa proyeksi pejabat-pejabat yang harus masuk ke dalam badan tersebut.
“Nanti seperti apa itu nanti terserah karena berkaitan dengan urusan politik juga. Keputusan dari berbagai administrasi, tapi diperlukan suatu unit yang permanen, unit yang full time, dan solid untuk lakukan ini,” ujarnya.