30 C
Makassar
Friday, November 22, 2024
HomeHeadlineWalhi Duga Kapolres Barru Terlibat Reklamasi Pantai Kupa

Walhi Duga Kapolres Barru Terlibat Reklamasi Pantai Kupa

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Berdasarkan hasil investigasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel terhadap dugaan pelanggaran pada reklamasi Pantai Kupa, Barru pada April 2018 ditemukan keterlibatan aparat kepolisian.

“Kami menduga kuat adanya keterlibatan bapak Burhaman selaku Kapolres Barru, dalam aktivitas penimbunan (reklamasi pantai) di desa Kupa kecamatan Mallusetasi,” kata Muhaimin dalam keterangan persnya diterima sulselekspres.com, Jumat (5/4/2019).

Namun mengenai dugaan ini, Kapolres Barru, AKBP Burhaman belum memberi respons terhadap sejumlah pesan dari sulselekspres.com.

BACA: Ati Kodong Minta Kapolda Sulsel Usut Kasusnya

Kata Muhaimin, aktivitas reklamasi tersebut sudah berjalan sekira sebulan lebih. Padahal, sebelumnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barru pernah mengeluarkan surat teguran yang disampaikan kepada pemakarsa reklamasi pantai di desa Kapu dengan nomor 660.1/24/DLH/III/2019.

Inti surat penyampaian itu menyatakan, pihak pemakarsa reklamasi pantai segera menghentikan aktivitas penimbunan (reklamasi pantai) karena proyek reklamasi ini belum memiliki atau mengantongi dokumen perizinan dari pemerintah daerah provinsi Sulawesi selatan.

“Namun surat teguran tersebut tidak diindahkan oleh pemilik proyek reklamasi ini. Malahan masih melakukan aktivitas,” terang Muhaimin.

Selain menemukan dugaan keterlibatan Kapolres Barru, pihak Walhi juga menduga adanya keterlibatan putra dari Kapolres Barru bernama Andi Rajib. Walhi menyangka, Rajib berperan sebagai pelancar proyek yang dianggap merusak lingkungan tersebut.

BACA: Walhi Harap Polda Sulsel Serius Tangani Oknum Polisi Terlibat Tambang Ilegal di Maros

Tak hanya merusak lingkungan. Menurut Muhaimin, aktivitas reklamasi itu juga turut mengancam kehidupan nelayan dan pembudidaya udang. Imbasnya, para pembudidaya ini bakal mengalami gagal panen dan nelayan akan kehilangan wilayah kelolah.

“Kami juga tidak melarang bapak Burhaman (Kapolres) memegang proyek seperti ini tetapi harus mengikuti peraturan yang berlaku. Bapak sebagai Kapolres Barru harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat untuk mentaati hukum yang berlaku,” ujar Muhaimin.

Sejak aktivitas itu berjalan, Walhi menemukan kerusakan ekosistem laut, dari tanaman mangrove, biota laut ikan hias semacam anemone atau badut, tiger fish, ikan scorpion, dan ikan piso-piso hilang.

BACA: Walhi Minta Pemerintah Kaji Ulang Pembangunan Bendungan Pamukkulu di Takalar

Sedang terkait pelanggaran, WALHI Sulsel menduga, proyek reklamasi ini melanggar 16 peraturan perundangan diantaran Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Permen Lingkungan Hidup No 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan lain-lain.

“Bahkan peraturan diatas bisa menjerat pelaku masuk penjara melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil,” kata Muhaimin.

Dalam undang-undang itu, yang dimaksud Muhaimin adalah pasal 75, yang berbunyi; “Setiap Orang yang memanfaatkan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil yang tidak memiliki Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Selain itu, tambah Muhaimin, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH, Pasal 109 juga diduga dilanggar oleh pemilik aktivitas reklamasi tersebut.

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),” bunyi pasal 109 UU Nomor 32 tahun 2009.

Penulis: Agus Mawan
spot_img
spot_img

Headline

spot_img
spot_img