MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Puluhan pekerja yang tergabung dalam Komite Anti Otoritarian gelar aksi dalam peringatan peristiwa di Lapangan Haymarket, Chicago, Amerika, Mei 1886 silam.
Saat itu 7 pekerja dibunuh dan satu lainnya dipenjara seumur hidup. Hal ini menyulut gelombang-gelombang protes secara besar-besaran.
“Kita telah menikmati hasilnya hari ini,” kata Parto, Selasa (1/5/2018) di bawah Fly Over.
Jam kerja, lanjut Parto, telah berubah dari 19 jam menjadi 8 jam kerja sehari. “Kemenangan Politik 8 jam kerja yang kita rasakan ini adalah buah dari perjuangan mereka dalam hak atas hidup yang lebih baik,”
Peristiwa Hay Market, mengajarkan hal penting, lanjutnya, kaum pekerja harus memiliki kemandirian dan keberanian untuk menentukan nasibnya.
“Namun kini pekerja semakin dibuat tidak berdaya. Negara dan pemodal semakin hebat memukul dab mengerdilkan ruang gerak pekerja,” kata Parto.
Sialnya, menurut Parto, serikat pekerja justru kebanyakan menjauhkan pekerja dari pengetahuan akar masalah dan solusi-solusi yang memberdayakan.
“Malah harapan, pengetahuan, dan keputusan lebih banyak diserahkan ke elit serikat, dan pekerja hanya jadi gembala,” ujarnya.
Terakhir, sebelum menutup orasinya, Komite mengimbau, pekerja haruslah membangun kemandirian dan keberaniannya agar dapat mengubah takdirnya. Rombak organisasi serikat, agar ruang inisiatif bagi seluruh anggota terbuka lebar.
“Wahai kawanku, jadilah tuan atas dirimu sendiri!” tutupnya.
Sementara, peserta aksi yang mengatasnamakan diri sebagai Komite Anti Otoritarian dalam aksinya, membawa spanduk bertuliskan; lawan pelarangan serikat, ambil alih alat produksi dan hapus outsourching.
Selain itu, sebelum mendekat dengan massa buruh lainnya, mereka memasang spanduk “Bangun serikat pekerja horizontal”.
Saat ini, dari pantauan sulselekspres.com, sejumlah organisasi buruh masih melanjutkan mimbar orasinya dengan pengawalan ketat petugas pengamanan.
Penulis : Agus Mawan