MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, menggelar konferensi pers Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2019, yang menyebutkan sebanyak 132 kasus yang mandek di Kejaksaan dan Kepolisian Sulawesi Selatan.
Rilis Catahu yang digelar di kantor ACC, Jl AP Pettarani, Minggu (29/12/2019), ACC merinci penanganan kasus korupsi di Polda Sulsel untuk tahap penyelidikan 7 kasus, penyidikan 17 kasus dengan total 24. Sementara, Polres se-Sulsel, penyelidikan 16 kasus, penyidikan 20 kasus, dan total 36 kasus. Total kasus korupsi yang yang ditangani kepolisian sebanyak 60 kasus.
Sementara, kasus Tipikor yang ditangani Kejati Sulsel sebanyak 26 kasus tingkat penyelidikan, penyidikan 8 kasus. Sementara yang ditangani Kejari se-Sulsel 20 kasus di tingkat penyelidikan, untuk penyidikan sebanyak 18 kasus. Jumlah total kasus yang ditangani kejaksaan sebanyak 72.
“Total kasus mandek yang rangkum adalah 132 kasus. Ini semua sesuai dengan data-data yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Kadir Wokanubun, saat konferensi pers.
Kadir menyebutkan, kasus-kasu ini harus dikawal, terutama di kejaksaan yang memiliki kewenangan sangat besar, sehingga rawan terjadi penyalahgunaan wewenang.
Dalam 5 Tahun terakhir, informasi Publik terkait dengan data penanganan Kasus.
“ACC Sulawesi menilai Polda masih bersikap tertutup, permintaan informasi dan data belum pernah direspon secara positif, padahal akses informasi data sangat penting dalam membangun sinerji pencegahan dan penindakan kasus
korupsi. ketertutupan informasi ini adalah fakta tidak adanya komitmen Polda Sulsel dalam mengusut Kasus Korupsi secara Tuntas,” tegas Kadir.
Salah seorang peneliti ACC, Angga Reksa menyebutkan, beberapa kasus korupsi lama (mandek) yang ditangani oleh polda nyaris hilang
informasinya ke publik, sebutlah kasus DID Luwu Utara, Kasus Laboratorium Teknik UNM, Kasus Irigasi Tombolo Pangkep dan lain-lain, Kasus korupsi sengaja di diamkan tanpa ada kepastian penuntasan kasusnya, ada kasus korupsi baru ditangani namun sama nasibnya dengan kasus korupsi yang lama (mandek).
“Lemahnya supervisi dan monitoring terhadap penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh polres polres. Tidak adanya atensi serius dari pimpinan kepolisian untuk penuntasan kasus kasus
korupsi,” jelas Angga.
Peneliti ACC lainnya, Ali Asrawi, menyebutkan, Ketertutupan Kejaksaan menjadi catatan buruk dalam hal keterbukaan informasi, transparan dan akuntabilitas penanganan perkara korupsi, hal ini diperparah dengan masih adanya jaksa nakal di lingkup kejaksaan.
Selain itu, Masih tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi, Kasus korupsi sengaja di diamkan tanpa ada kepastian penuntasan kasusnya, ada kasus korupsi baru ditangani namun sama nasibnya dengan kasus korupsi yang lama (mandek).
“Lemahnya supervisi dan monitoring terhadap penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh kejari-kejari, DPO menjadi tugas yang tidak pernah terselesaikan, Kejati Sulsel seakan tidak berkutik menghadapi Koruptor yang menghilangkan diri masih banyak DPO yang berkeliaran,” papar Asrawi.
Selain itu, kasus Jen Tang, tersangka kasus Buloa, yang ditetapkan sebagai DPO kurang lebih 2 tahun, setelah ditangkap akhirnya dibebaskan tanpa alasan hukum yang kuat.