SULSELEKSPRES.COM – Badan pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi membeberkan sejumlah upaya pelemahan pemberatasan korupsi.
Wakil ketua Eksternal Badan Pekerja ACC Sulawesi, Anggareksa PS menyebutkan, satu persatu niat jahat dari undang-undang KPK hasil revisi mulai bermunculan.
“Setelah melemahkan KPK secara kelembagaan kini mereka berupaya untuk mengamputasi pegawai-pegawai yang berintegritas dan memiliki kinerja sangat baik dalam pemberantasan korupsi,” ujar Angga melalui rilis resminya.
Lebih lanjut, dia menyebutkan, pada hari Selasa (4/5) dan Rabu (5/5) telah dibacakan hasil uji materil dan formil dari revisi UU KPK oleh Mahkamah Konstitusi serta hasil dari TWK oleh Pimpinan KPK. Sehubungan dengan hal tersebut, kata dia, pihaknya menyatakan enam poin, yakni:
1. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak bisa dilepaskan dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK. Hal tersebut mengingat tes ini dapat berfungsi untuk menjadi filter untuk menyingkirkan Pegawai KPK yang berintegritas, profesional serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK.
2. TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan Pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis. UU KPK maupun PP 14/2020 terkait pelaksanan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK. TWK baru muncul dalam peraturan komisi nomor 1 tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukan TWK sebagai suatu kewajiban?
3. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dibacakan kemarin (4/5) ditegaskan pada halaman 340 bahwa:
“Oleh karenanya, Mahkamah perlu menegaskan bahwa dengan adanya pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana telah ditentukan mekanismenya sesuai dengan maksud adanya Ketentuan Peralihan UU 19/2019 maka dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun di luar desain yang telah ditentukan tersebut,” papar Angga.
Lebih lanjut, Angga menyebutkan, berkaitan dengan hal tersebut sudah seharusnya Pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi secara konsisten dengan tidak menggunakan TWK sebagai ukuran baru dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak Pegawai KPK.
4. Untuk itu Pimpinan KPK jangan hanya menggunakan TWK sebagai ukuran dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak Pegawai KPK. Lebih jauh pimpinan KPK harus menjadikan integritas dan kinerja pegawai KPK dalam menilai pegawai KPK.
6. Pimpinan KPK harus belajar dari pegawainya yaitu AKP Stepanus Robin Pattuju, walaupun memiliki nilai tinggi namun minus integritas maka menjadikannya pegawai yang korupsi.