24 C
Makassar
Monday, December 23, 2024
HomeHukrimDanny dalam Bayang-bayang Jeratan Bui

Danny dalam Bayang-bayang Jeratan Bui

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret nama Wali Kota Makassar terpilih, Mohammad Ramdhan Pomanto, terhadap tokoh masyarakat Sulawesi Selatan, Jusuf Kalla, dipastikan bakal berlanjut di kepolisian daerah (Polda) Sulawesi Selatan.

Diketahui, Danny Pomanto telah dilaporkan oleh putra Jusuf Kalla, Solihin Kalla, kepada pihak Polda Sulsel atas dugaan pencemaran nama baik. Laporan tersebut berangkat dari beredarnya rekaman suara mirip Danny Pomanto, yang mengatakan bahwa JK merupakan dalang di balik penangkapan Menteri Kelautan, Edy Prabowo, beberapa waktu lalu.

Menurut keterangan Ketua tim Kuasa Hukum Jusuf Kalla, Yusuf Gunco, pihaknya memastikan semua proses laporan sudah berlangsung. Saat ini, pihaknya telah menyelesaikan berkas laporan. Selain itu, pihak berwajib juga telah menyelesaikan kajian alat bukti dari ahli bahasa dan ahli telematika.

“Kita akan usut sampai tuntas kasus ini. Prosesnya sementara berlangsung di Polda. Berkas-berkasnya sudah kita lengkapi. Sudah ada ahli yang dihadirkan juga. Jadi kita pastikan ini barang lanjut terus,” tegas Yusuf Gunco kepada Sulselekspres.com, Senin (4/1/2021) malam.

Lebih lanjut pria yang akrab disapa Yugo tersebut mengatakan, berhubung ada himbauan dari Polri terkait tidak adanya proses hukum terhadap kandidat Pilkada sampai tahapan selesai, maka proses hukum Danny Pomanto ini bakal dilangsungkan setelah penetapan walikota Makassar terpilih oleh KPU Makassar, yang rencananya bakal digelar dalam waktu dekat ini.

“Ya, Polri sudah keluarkan imbauan itu. Makanya kita tunggu dulu tahapan selesai. Kan tinggal satu. Tinggal penetapan saja. Berarti setelah penetapan langsung kita gas lagi,” jelas Yugo.

Yugo juga menegaskan, laporan yang dilakukan oleh keluarga Jusuf Kalla tersebut murni karena dugaan pencemaran nama baik. Sehingga, meskipun waktunya dalam momentum politik, tetapi hal itu dipastikan jauh dari unsur politik.

“Ini tidak ada sangkut pautnya dengan politik. Jauh. Kebetulan momennya saja. Jadi, kami berharap agar Polda Sulsel bisa secepatnya melakukan tindakan proses hukum pasca Danny Pomanto ditetapkan,” tegas Yugo.

Sebab, Yugo mengaku pihaknya menuntut ancaman hukuman kurungan penjara enam tahun kepada Danny Pomanto. Sebab, hal ini tidak hanya berdampak pada satu keluarga saja, tetapi bisa membawa nama orang banyak, sebab JK merupakan tokoh nasional kebanggaan warga Sulawesi Selatan.

Meski begitu, Yugo tetap menaruh kepercayaan penuh terhadap pihak kepolisian. Sehingga, hal ini sepenuhnya diserahkan kepada pihak berwajib. Terlebih lagi Yugo mengatakan, Danny Pomanto sudah membuat pengakuan di media bahwa itu memang dirinya.

“Kami percaya dengan pihak kepolisian. Kita serahkan sepenuhnya kepada mereka untuk proses kasus ini. Apalagi Danny kan sudah mengakui itu,” tutupnya.

Melihat kasus ini, akademisi Ilmu Hukum Universitas Negeri Makassar, Herman, mengatakan bahwa kasus yang menyeret nama Danny Pomanto tersebut sifatnya pidana, dalam hal ini adalah delik aduan. Meskipun menurut Herman, tidak ada kaitan antara status DP di Pilwali Makassar dan terlapor. Sebab, hal itu merupakan dua hal yang berbeda dan terpisah.

“Pertama, tidak ada kaitan hukum antara pelaporan atas pencemaran nama baik dengan penetapan DP tersebut dalam Pilwalkot. Karena itu dua rezim hukum yang berbeda. Laporan atas pencemaran nama baik merupakan bagian dari hukum pidana, sedangkan penetapan DP atas Pilwalkot merupakan bagian dari bekerjanya bidang hukum administrasi negara,” ujar Herman.

Herman menilai penetapan DP sebagai walikota terpilih tidak memiliki pengaruh secara hukum dengan laporan pencemaran nama baik. Sehingga, proses hukum atas pencemaran nama baik tersebut dinilai bisa tetap berjalan sebagaimana hukum acara dalam hukum pidana sebagai delik aduan.

Dengan begitu, kasus laporan yang diajukan oleh keluarga Jusuf Kalla melalui Yusuf Gunco sebenarnya sah-sah saja untuk dilakukan. Dan jika hal itu terbukti secara hukum, maka dipastikan Danny Pomanto bakal menerima hukuman kurungan penjara.

“Terkait dengan sanksi yang dapat dijatuhkan, apabila terbukti di pengadilan yang putusan hakimnya telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) adalah pidana penjara,” beber Herman kepada Sulselekspres.com, Senin (4/1/2021) malam.

“Perlu dipahami, perbuatan delik yang dilakukan DP merupakan perbuatan yang sifatnya individual, dan tidak terkait dengan status DP sebagai pejabat administrasi negara,” lanjutnya.

Meski begitu, Herman juga menilai Danny Pomanto masih memiliki opsi lain untuk bisa lepas dari jeratan hukum. Langkah tersebut bisa ditempuh melalui jalur damai antara kedua belah pihak yang bisa berujung pada pencabutan laporan.

“Laporan pencemaran nama baik sebagai delik aduan dalam hukum pidana bisa diselesaikan secara musyawarah dan mufakat antara pihak pelapor (JK), dengan pihak terlapor (DP).”

“Apabila terjadi kesepakatan perdamaian antara kedua belah pihak, maka prosedur dan mekanisme selanjutnya adalah pencabutan laporan oleh pihak pelapor, dan permasalahan hukum atas ke dua pihak selesai demi hukum,” tutupnya.

“Kita tunggu saja proses hukum yang saat ini berjalan. Karena hingga saat ini pak wali (Danny) belum dapat panggilan dari kepolisian terkait laporan yang dilakukan. Pak wali selalu menghargai proses hukum yang berjalan,” ujar Akhmad Rianto kepada Sulselekspres.com, Senin (4/1/2021) malam.

Lebih jauh Akhmad Rianto mengatakan, perbincangan yang dilakukan oleh Danny Pomanto tersebut merupakan hak konstitusional dan hal itu dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945. Terlebih lagi, perbincangan tersebut berlangsung di dalam rumah yang merupakan ranah privat.

“Apa yang terjadi itu merupakan hak konstitusional pak wali sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 28, berdasarkan prinsip-prinsip negara demokrasi. Lagi pula ini disampaikan di dalam rumah dan bukan di ruang publik,” jelasnya.

Akhmad juga menilai, jika apa yang dilakukan oleh Danny Pomanto tersebut dikenakan sanksi, maka ia menilai saat ini Indonesia kembali ke zaman orde baru lagi, dimana ruang-ruang publik dan kebebasan beraspirasi sudah ditutup rapat.

“Apabila ini merupakan pelanggaran hukum, maka kita akan kembali ke era Orde Baru. Dimana setiap orang yang memberikan pendapat kepada rezim, maka akan dikatakan subversif dan menjadi tindak pidana,” tutupnya.

spot_img
spot_img

Headline

spot_img