Demi Berbagi Ilmu, Guru Sukarela dari Puncak Cindakko Menempuh 3 Jam Berjalan Kaki ke lokasi

Diskusi Pendidikan Komunitas Sikola Inspirasi Alam (SIA)/ IST

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Salah satu komunitas yang bergerak di bidang pendidikan, Sikola Inspirasi Alam (SIA) mengadakan Bazar Diskusi dengan menghadirkan salah satu guru sukarela dari Cindakko, Maros, Azis, di Kedai Pojok jl. Adhyaksa, Sabtu (14/10/2017).

Pada Bazar Diskusi yang bertemakan Potret Pendidikan Pedalaman dalam Perspektif Komunitas, Azis, guru sukarela yang mengantongi SK Kepala Sekolah mengurai ceritanya menjadi guru sukarela di sekolah Kelas Jauh SD Negeri 246 Bonto-Bonto.

Azis, merupakan pengajar di sekolah tersebut, harus berjalan kaki sekira 2 sampai 3 jam untuk sampai di sekolah karena tinggal di daerah Bonto. Jika waktu mengajar tiba, ia akan berjalan menyusuri rumah siswanya dan memanggil para siswa untuk bersekolah.

“Saya seorang petani, saya harus membagi waktu antara mengajar dan bertani. Saya juga harus bekerja sebagai petani karena saya punya anak dan isteri juga di rumah,” kata Bapak dari satu orang anak ini.

Ada sekira 60 siswa yang bersekolah di atas lokasi yang bernama Jampua ini. Sebagian siswa harus berjalan kaki sekitar 2-3 Km menanjak dan menukik menyusuri jalanan berbatu dan dan berlumpur di kala hujan untuk sampai di sekolah tersebut. Belum lagi beberapa siswa harus menyeberang sungai dengan meniti jembatan sebilah bambu sepanjang 10 meter. Jika musim hujan tiba, jembatan yang dikait dengan tali besi berdiameter 12mm ini akan licin dan sulit dilewati.

“Saya membangun sekolah ini bekerja sama dengan warga Cindakko, pemerintah setempat dan SD Bonto-bonto pada tahun 2016. Saya tidak pandang usia, yang penting mau belajar, walaupun sudah umur tujuh tahun sepuluh tahun. Terus jam mengajar bebas, kapan saja bisa belajar, ” katanya.

Selain kelas jauh di Jampua, Cindakko, SD Bonto-bonto memiliki dua kelas jauh lainnya, yakni Bara dan Sekolah induk. Namun, hanya memiliki satu guru tetap, selebihnya guru sukarela, termasuk pak Azis.

“Semangat belajar anak disana sangat luar biasa malah lebih semangat dari pada gurunya,” tuturnya disambut tawa dari peserta diskusi yang dihadiri oleh beberapa komunitas Makassar, seperti Sekolah Cendekia Pesisir, Sokola Kaki Langit, Waktu Indonesia Membaca, Makassar Indi Book, Pecandu Aksara, Save Street Child, Maps. id, dan lain- lain.

Azis mengaku digaji 600 sampai 700 ribu per tiga bulan melalui dana bantuan operasional sekolah (BOS). Walaupun tak sebanding dengan biaya yang harus ia keluarkan untuk pergi mengajar, ia tak pernah mempermasalahkannya. Niatnya hanya ingin mencerdaskan anak-anak Cindakko. “Saya tidak lihat gaji, karena kalau saya lihat gaji, sudah mi saya tinggalkan. Saya hanya ingin Cindakko dikenal bebas dari buta huruf,” kata pria kelahiran 1990 ini saat ditanyai mengenai motivasinya menjadi guru sukarela.

Ia menuturkan jika warga Cindakko sangat menginginkan anak-anaknya sekolah. Beruntung ia dibantu oleh relawan dari Sikola Inspirasi Alam yang setiap bulan mengirim relawan untuk mengajar di sekolah tersebut.

“Saya sangat terbantu dengan adanya relawan dari sikola inspirasi alam. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, dan segalanya untuk bisa mengajar disana. Saya sangat terbantu,” katanya.

Sikola Inspirasi Alam adalah komunitas kesukarelawan di bidang pendidikan untuk daerah terpencil dan telah berdiri sejak 2 Mei 2016. Komunitas yang menerapkan pendidikan alam sebagai basis ajar ini telah merekrut 209 relawan selama 14 kali pemberangkatan.

“Relawan yang ada di SIA itu sangat heterogen, karena kami berasal dari latar belakang pendidikan, profesi, yang berbeda,” kata Kepala Sikola Inspirasi Alam, Satriani Muliyadi dalam diskusi tersebut.

Sebagai sekolah alternatif, Sikola Inspirasi Alam bekerjasama dengan Sekolah Dusun Cindakko untuk menyediakan tenaga pengajar secara periodik untuk melakukan proses belajar-mengajar. Program yang diusung oleh Sikola Inspirasi Alam untuk Sekolah Dusun Cindakko adalah Kelas Formal, Kelas Agama, Kelas Inspirasi Alam, dan Kelas Kreativitas, Semua program ini dilaksanakan secara tematik (pendidikan alam) yang ditujukan untuk lebih merekatkan siswa dengan lingkungannya.

“Relawan itu adalah panggilan jiwa. adalah korban yang penuh pengorbanan. Kami datang karena sukarela pulang dengan sukacita, ” kata kak Ria, sapaan akrab Sikola.

Pendiri SIA, Andi Irwansyah menuturkan konsep relawan pendidikan sangat membantu dalam proses penyetaraan pendidikan, terutama di daerah yang kesulitan karena akses, seperti Cindakko. Karena itulah, berjamurnya komunitas yang bergerak di bidang pendidikan haruslah di dukung oleh pemerintah.

“Kami ada sebagai bentuk keprihatinan kami terhadap dunia pendidikan. Kita tidak bisa berharap sepenuhnya kepada pemerintah. Karena itulah, kami ada, ” katanya.