SULSELEKSPRES.COM – Dukungan Fahri Hamzah lewat Partai Gelora atas pencalonan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming di Pilkada banyak menuai kritik.
Sekretaris Badan Pekerja Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan ikut memberikan tanggapan kritis. Dia menganggap kalau Fahri Hamzah ikut mendukung dinasti politik dan menikmati rezim pembenci ulama.
“Sebenarnya sah sah saja dukung rezim Jokowi membangun dinasti politik. Artinya ikut nikmat dukung rezim pembenci ulama, dan pro oligarki. Yang goblok sih tentu yang percaya Fahri Hamzah sebagai pembawa arah baru,” kata Syahganda melalui cuitan Twitternya, (19/9/2020).
Kritik Syahganda ini kemudian mendapat respon dari Fahri. Mantan pimpinan DPR RI meminta untuk tidak saling mengkafirkan.
“Gan, Kita semua mencari ridha Allah, gak usah saling mengkafirkan..” tulis Fahri memberi tanggapan.
Gan,
Kita semua mencari ridha Allah, gak usah saling mengkafirkan…😂 https://t.co/Yn2LwntuGX— #2020ArahBaru (@Fahrihamzah) September 19, 2020
Seperti diberitakan, Partai Gelora membuat keputusan mengejutkan dengan mendukung pasangan Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Kota Solo dan Bobby Nasution di Pilkada Kota Medan. Keduanya adalah anak dan mantau Presiden Jokowi.
Dukungan ini terbilang mengejutkan, terlebih karena sejumlah tokoh partai Gelora selama ini dikenal cukup vokal mengkritisi pemerintahan Presiden Jokowi.
Fahri sendiri menolak jika dukungan partainya dianggap sebagai sikap melegalkan dinasti politik. Dia menegaskan tidak ada yang keliru atas sikap partainya.
Fahri mengatakan, terlalu banyak terminologi soal dinasti yang dicomot tanpa merujuk pada pengertian sebenarnya.
“Dinasti itu kekuasaan politik turun temurun yang diturunkan melalui darah, itu dinasti. Hari ini hampir tidak ada lagi dinasti,” kata Fahri Hamzah seperti dilihat melalui channel Youtube pribadinya.
Baca:Â Bersama Rocky Gerung, Syahganda Sebut Bung Karno Ambisius Memanipulasi Pancasila
Dia menambahkan, dinasti politik di negara demokrasi mustahil terjadi. Sebab kekuasaan tidak diwariskan secara turun temurun.
“Semua kekuasaan dalam demokrasi tidak diwariskan melalui darah, tidak turun temurun. Dia dipilih dalam prosesi politik,” katanya.
Mantan pimpinan DPR RI ini meminta pihak yang menuding adanya dinasti politik untuk berfikir secara teks dan pengertian teoritis.
“Jangan karena kemarahan pada seseorang lalu kemudian secara gampang mencomot terminologi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan,” pungkasnya.