MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Respon kondusif yang disampaikan oleh Idrus Marham, ketika mengomentari keinginan Prabowo untuk mengundang sejumlah tokoh yang selama ini dikenal berkarakter kritis, untuk duduk semeja, berdialog, dimana sudah dimulai duduk bersama Dasco dengan Rocky Gerung dkk, dinilai sebagai hal yang konstruktif oleh Bahlil Lahadalia.
Sebagai pemimpin yang visioner, Bahlil menyambut respon Idrus dan ajakan Prabowo membuka dialog, sebagai fondasi penting bagi pembentukan iklim masa depan yang lebih dialogis, transparan, produktif, dan solutif.
Memang kalau ditelaah secara lebih bijak, bukan barang berlebihan jika dikatakan sekaranglah momennya membangun, memperkuat dan memperkaya dialog – dialog kritis dengan ruh kebatinan ke-Indonesiaan yang diinspirasi oleh nilai nilai Pancasila, utamanya nilai Ketuhanan yang maha Esa.
Sehingga pada perkembangannya, dialog kritis memberi kontribusi penting bagi terbangunnya sinergisitas antara transparansi batin keindonesiaan dengan rasionalitas yang selama ini menjadi karakter yang paling menonjol dari tokoh tokoh kritis kita.
Terlihat, ada semacam dasar keyakinan dalam diri presiden Prabowo bahwa untuk mempercepat capaian jalan menuju Indonesia maju dan bermartabat, semua pihak termasuk kalangan yang selama ini kritis, untuk sama sama duduk semeja demi memperkokoh dan mempertajam batin dan rasionalitas keindonesiaan.
Prabowo seperti hendak meyakinkan bahwa koalisi itu bukan sesuatu yang semata bisa dibuat dengan mengandalkan bargain bargain atau komitmen politik semata .
Tapi koalisi juga bisa dibangun dalam ruang ruang dialogis yang mengedepankan ide dan gagasan kritis sebagai instrumen utamanya. Tawaran untuk melakukannya, sudah dibuka oleh seorang presiden. Dan ini bukan pikiran politik yang berbasis tahayul.
Membangun Batin keindonesiaan adalah sikap yang selalu ada urgensinya. Ini yang nampak sebagai bagian dari intuisi Presiden Prabowo, saat mengajak semua pihak berpikir keras untuk indonesia ke depan. Persoalan tinggal bagaimana masing masing pihak berittikad untuk memproporsionalkan urgensi tadi dalam perspektif kebatinan keindonesiaan — yang bisa dikata mirip dengan ilmu laduni.
Duduk semeja dengan tokoh tokoh yang kritis, akan dengan sendirinya mengajak pikiran pikiran kritis berdialektika di jalan yang benar.
intuisi sebagai kemampuan untuk memahami atau mengetahui sesuatu secara langsung tanpa melalui proses berpikir atau analisis yang mendalam juga ada urgensinya jika kita gunakan untuk memahami sisi batiniah keindonesiaan.
Itu sebabnya, Ada masa masa di mana kita perlu duduk semeja mempertajam firasat atau perasaan naluriah yang muncul dari pikiran bawah sadar.
Intuisi memungkinkan seseorang untuk memahami situasi atau masalah tanpa perlu penjelasan yang jelas atau bukti nyata.
Ada masanya, seorang pemimpin dituntut mengandalkan Intuisinya, dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah, serta membantu seseorang untuk lebih memahami situasi dan orang
Ini yang oleh Bahlil Lahadalia, dilihat sebagai sisi kritis dari pemikiran Idrus tatkala mengomentari ajakan dialogisnya presiden Prabowo.
Bahlil melihat respon dukungan terhadap kebangkitan iklim intelektual sangat menentukan terjadinya pergeseran model kritis; dari model atraktif ke model yang sungguh-sungguh solutif.
Sebagai seorang aktifis pemikiran dan pemimpin yang berangkat dari basis yang mengakar di masyarakat. Bahlil percaya bahwa ini momentum buat mengangkat tradisi intelektual ke progresifitan dialog yang solutif.
Kalau kita mau menarik pikiran Prabowo lebih jauh lagi, Bahlil juga memandang ajakan ini sebuah pendidikan politik yang sangat amat bagus bagi bangsa
Mengundang para “kritikus” untuk berdialog, sangat mencerminkan kecerahan berpikir pak Prabowo yang mendudukan tradisi intelektual dan kesadaran kritis sebagai tradisi yang egaliter.
Maka ajakan duduk semeja mendiskusi dan mengkritisi apa yang selama ini menjadi problematika bangsa, akan menjadi awal yang kondusif untuk menciptakan iklim intelektual yang fresh, bermartabat sekaligus bertanggung jawab.
Duduk semeja dan membuka dialog, diharapkan bakal banyak berperan untuk mereposisi peran peran kritis ke formatnya yang ideal. Karena kebebasan berpikir yang tidak punya orientasi, pada hakekatnya akan membuat kebebasan itu kehilangan maknanya.
Celaka dua belas, jika misalnya, kita tanpa sadar menempatkan umpatan sebagai bagian dari model berpikir kritis.
Kritik itu berbeda dengan umpat atau ujaran kebencian. Maka meskipun kelihatan sama sama punya basis ilmiah dan basis referensi , mengkritik dengan mengumpat itu tetap saja berbeda struktur.
Mengumpat itu mengedepankan gerakan emosional yang diembel embelin, dan diberi gincu intelektual. Targetnya ada pada pelampiasan nafsu bukan solusi atas problematika yang diutarakan.
Walau menggunakan referensi setebal kitab apapun, mengumpat itu tetap saja berorientasi mencari, menemukan dan membuka aib, lewat retorika yang seheboh-hebohnya.
Sebagai sebuah permainan kritis, ini boleh boleh saja. Tapi apa gunanya buat bangsa? Mau bangun iklim kritis, jadinya malah iklim ghibah.
Sampai turun langsung ke gelanggang, ini mencerminkan bagaimana Prabowo sangat berjiwa besar. Dan sangat memperhatikan masa depan karakter pemikiran di negara kita.
Bayangkan jika pemikiran kritis di negara ini dibiarkan berlangsung tanpa keurusan?
Kebebasan berpikir yang sesukanya, meski pada dasarnya adalah hak asasi manusia, tapi dapat menimbulkan konsekuensi kompleks jika tidak diimbangi dengan tanggung jawab sosial, solidaritas, etika, atau kerangka hukum.
Karena tanpa disadari, ia bisa membangun dan menjadikan rumah besar Indonesia menjadi rumah yang penuh Fragmen Sosial dan Konflik. Ide-ide dan konsep ekstrem bisa leluasa mengacak acak , memicu polarisasi dan ketegangan di mana saja. Propaganda kebencian menjadi lipstick setiap forum yang ditonton massa. “Opini pribadi” dari segala lini berlomba menusuk siapa saja yang tak disukai.
Kesemrawutan menempatkan kesadaran berpikir kritis, pada titik tertentu bisa membangun bibit Kekacauan Moral dan Etika. setiap orang seenaknya menafsirkan “kebenaran” secara subjektif tanpa peduli pada dampaknya. Dalih “kebebasan berpikir” lalu bergerak leluasa mengerdilkan pikiran”
Pak Prabowo punya kepekaan intelektual. Ia sebagai presiden bukan Mengajak dialog orang orang kritis, dengan maksud untuk menumpulkan kesadaran kritisnya, tapi sebaliknya justru mengajarkan keberanian dalam meminimalisir berbagai ragam manipulasi opini publik.
Iklim berbangsa yang dibanjiri kritik sana sini, bukan tak baik, tapi pada titik tertentu ini akan membuat masyarakat sulit membedakan fakta dan hoaks. Ini memicu kecemasan atau apatis di tengah harapan.
Kita mafhum bahwa Kebebasan berpikir yang diaplikasikan di konteks yang salah atau tanpa mempertimbangkan situasi dapat merusak tatanan sosial dan individu:
Mungkin Prabowo merupakan satu dari sedikit presiden yang lapang mengundang para pemikir kritis untuk duduk semeja membahas masalah dengan menggunakan struktur berpikir yang komprehensif. Mengajak pengamat untuk sama sama membawa pikiran kritisnya secara realistis. Sama sama mengajak
Figur otoritas membangun keharmonisal kritis.
Senada dengan alur dan konstruksi brrpikir itu, Bahlil yakin, kelapangan Prabowo untuk turun gunung, duduk semeja dengan tokoh kritis, potensial menghidupkan kultur kritik yang berkomitmen, bertanggung jawab dan produktif untuk kemajuan bangsa.
Dulu kritik berkomitmen ditandai oleh polemik. Adu argumen adu sisi pandang. Dan duel — istilah Rocky Gerung — pemikiran … yang logik dan faktual.
Sekarang yang pas banget itu, kritik yang di arenakan menjadi ruang solutif. mencari jalan hakiki dan otentik. Membangun cara pandang yang multi dimensi. Membangun Ruang progresif untuk membangun kemaslahatan jalan keluar.
Dan sebaik baiknya jalan keluar, dilakukan dalam iklim dialogis yang progresif sebagai solusi dalam ikhtiar pemenuhan kebutuhan rakyat, penyelesaian masalah rakyat, dan secara visioner memberi harapan akan kehidupan masa depan yg lebih baik kepada rakyat.Ajakan duduk semeja, menunjukkan konsistensi Prabowo dalam membangun konstruksi berpikir sebagai pijakan filosofis dalam membangun bangsa. Prabowo menegaskan bahwa Bangsa ini dibangun berazas kekeluargaan. Bangsa Indonesia adalah Keluarga Besar yg memiliki tanggung jawab yg sama dalam membangun bangsa. Karena itu, apapun posisinya harus diajak bersama berbuat untuk kemaslahatan bangsa, Tegas Idrus.