MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Nasib kompetisi sepakbola kasta tertinggi di Indonesia, Shopee Liga 1, musim 2020 ini belum menemui titik terang.
Sampai hari ini, keputusan asosiasi sepakbola Indonesia, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), belum memperbaharui keputusan awal yang menetapkan status Force Majeure.
Jika pemerintah tidak memperpanjang masa sosial distancing yang dijadwalkan berakhir pada (29/5/2020), maka Liga 1 akan kembali bergulir pada awal bulan Juli mendatang. Tetapi jika masa sosial distancing ditambah, maka nasib Liga 1 kemungkinan akan berhenti.
Jika memang benar-benar terhenti, maka langkah yang patut diambil oleh PSSI adalah meniru jejak Liga Belanda, Eredivisie, yang menghentikan kompetisi tanpa pemenang dan tidak menerapkan sistem degradasi.
Langkah tersebut tentu lebih tepat dan lebih adil dari pada meniru jejak Liga Prancis, Ligue 1, yang menghentikan Liga dengan menunjuk Paris Saint Germain sebagai jawara karena berada di puncak klasemen.
Ada beberapa alasan yang memperkuat mengapa Eredivisie patut dicontoh Liga 1 jika dihentikan, yang tidak menetapkan juara dan sistem degradasi.
1. Jumlah pertandingan masih minim
Hal pertama yang perlu dipertimbangkan untuk meniadakan jawara dan degradasi adalah jumlah laga. Sejauh ini, Liga 1 2020 baru memainkan tiga laga saja. Tentu hal itu masih sangat dini untuk menentukan tim jawara dan degradasi.
Mengingat jadwal laga yang harus dilakoni 18 tim peserta Liga 1 masing-masing sebanyak 34 pertandingan sepanjang kompetisi, dengan format pertandingan home away.
Berbeda dengan Paris Saint Germain (PSG) yang ditetapkan sebagai jawara oleh Ligue 1. Sebab mereka sudah melakoni 27 dari 38 pertandingan yang dijadwalkan.
Selain itu, PSG juga memimpin klasemen dengan 68 poin, berjarak 12 poin dari Olympic Marseille yang mengoleksi 56 poin di urutan kedua. Bahkan PSG masih memiliki tabungan satu laga ketimbang Marseille yang sudah memainkan 28 laga
2. Peluang selamat tim zona merah sangat besar
Bukan hanya pertarungan tim-tim di klasemen atas, perjuangan tim-tim yang berada di zona merah (zona degradasi) juga patut diperhatikan.
Dari minimnya jumlah laga yang dilakoni, tentu peluang tiga tim terbawah untuk menghuni zona aman sangat besar. Bukan tidak mungkin, jika laga dilanjutkan, mereka bisa saja keluar sebagai jawara di akhir musim.
Hal ini patut dipertimbangkan, sebab peluang mereka bermain di kompetisi teratas Liga Indonesia musim 2021 masih sangat besar.
3. Sejumlah tim Liga 2 Belum Berlaga
Jika Liga 1 dihentikan dengan menerapkan sistem degradasi, maka secara otomatis ada tiga rim dari kasta kedua, Liga 2, yang harus naik menggantikan posisi tiga tim yang turun kasta.
Tetapi hal itu sangat tidak adil dilakukan, sebab ada empat tim Liga 2 dari wilayah timur yang kehilangan kesempatan untuk naik kasta, sebab mereka belum mengoleksi satu laga pun.
Empat tim tersebut adalah Persewar Waropen, Putra Sinar Giri, Persis Solo, dan PSCS Cilacap. Mereka dijadwalkan bertanding pada (15/3/2020) lalu, tetapi pada hari itu PSSI resmi mengehentikan kompetisi karena Covid-19.
Selain itu, 20 tim peserta lainnya (12 tim wilayah barat dan 8 tim wilayah timur) juga baru melakoni satu laga. Hasilnya, 10 tim teratas (enam tim wilayah barat dan empat tim wilayah timur) mengoleksi poin yang sama.
Dengan begitu, tidak mungkin 10 tim tersebut naik ke kasta tertinggi secara bersamaan dengan masing-masing menyandang status juara.