MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Sulawesi Selatan akhirnya memberikan respon terhadap kasus kekerasan jurnalis dengan mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap empat terduga terlapor anggota Polri yang diduga melakukan penganiayaan saat aksi penolakan revisi Undang-undang KPK dan RKUHP pada 24 September 2019.
“Penanganan kasus kekerasaan Jurnalis di Makassar yang dialami Darwin Fatir dan dua rekannya sudah ada titik terang dari kepolisian,” ujar tim kuasa hukum korban dari LBH Pers Makassar Firmansyah di Makassar, Senin (9/12/2019).
Dia mengatakan ada dua surat telah diterima kliennya dari Ditreskrimum Polda Sulsel yakni, pertama, surat nomor B/500 A.3/XI/RES.1.6./2019/Ditreskrimum, perihal: Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal, 25 November 2019.
Selanjutnya, surat kedua nomor A3/139/XI/1.6/2019/Ditreskrimum, perihal : Surat Dimulainya Penyidikan (SPDP), Tertanggal 26 November 2019. Surat Ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Umum, Polda Sulsel Kombes Pol Andi Indra Jaya.
Dalam surat tersebut disebutkan pada hari Senin 25 November 2019 telah dimulai penyidikan dugaan tindak pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan sebagai mana dimaksud dalam pasal 170 dan pasal 351 KUHPidana. Ada empat terduga terlapor anggota Polri masing-masing berinisial MJ, IS, AW dan PGAP.
“Informasi perkembangan terkait laporan tindak pidana tersebut dinilai lamban dan baru diterima pada awal Desember 2019, padahal surat tersebut dibuat pada November 2019. Tetapi, paling tidak ada upaya polisi bekerja terlihat dari dua surat ini sudah ada titik terang siapa terduga pelaku penganiayaan jurnalis,” paparnya.
Pria disapa akrab Charlie ini menuturkan, berdasar kedua surat tersebut, maka penanganan kasus ini sudah memiliki titik terang siapa saja terduga pelaku penganiayaan kekerasaan kepada korban, meski prosesnya membutuhkan waktu.
“Jadi berdasar surat tersebut ada empat orang oknum anggota kepolisian yang dinilai telah memenuhi bukti permulaan yang cukup, baik karena keadaannya maupun karena perbuatannya diduga telah melakukan dugaan kekerasan terhadap teman-teman jurnalis,” tegas dia.
Pihaknya berharap kedepan, proses ini tetap jalan sesuai aturan hukum yang berlaku dan ditenggakkan tanpa pandang bulu. LBH Pers bersama organisasi profesi jurnalis akan mengawal kasus ini hingga selesai.
Sebelumnya Muh Darwin Fatir dari media LKBN atau Kantor Berita ANTARA, mendapat kekerasan dan penganiyaan oknum anggota Polri saat melakukan peliputan aksi menolak revisi Undang-undang KPK dan RKUHP di depan kantor DPRD Sulsel, jalan Urip Sumoharjo pada Selasa, 24 September 2019.
Usai kejadian itu, korban sempat mengalami luka pada bagian kepala dan sekujur tubuh mengalami sakit karena dianiaya hingga dilarikan ke rumah sakit Awal Bros untuk mendapat perawatan. Tidak hanya Darwin, dua jurnalis lainnya yakni Saiful Rania dari media Inikata.com juga Isak Pasabuan dari media Makassar today.com diduga mengalami kekerasan dari aparat saat meliput aksi tersebut.
Korban selanjutnya didampingi LBH Pers melaporkan kejadian itu di SPKT Polda Sulsel dengan nomor laporan : LPB/347/XI/2019/SPKT tanggal 26 September 2019. Selain dilaporkan ke Bidang Propam juga dilaporkan ke pidana umum.
Dari laporan tersebut, Propam Polda Sulsel langsung bergerak melakukan penelusuran dan memeriksa sejumlah oknum berdasarkan alat bukti rekaman video serta foto yang diserahkan tim hukum korban untuk membantu menemukan para oknum tersebut.
Dari beberapa oknum yang diperiksa Propam, dua orang diantaranya dinyatakan melanggar, setelah melalui sidang pelanggaran disiplin masing-masing Aipda Rezky dan Aiptu Mursalim. Sedangkan empat lainnya akan menjalani proses pidana.
Dalam tuntutannya, AKP Abdul Rahman selaku penuntut mempersangkakan keduanya melakukan pelanggaran dengan mengangkat tongkat, bermaksud memukul Darwin Fatir selaku jurnalis Kantor Berita Indonesia ANTARA saat melaksanakan peliputan sebagai jurnalis.
“Dengan wujud perbuatan terduga, terbukti lakukan pelanggaran disiplin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal huruf A dan huruf D Peraturan Pemerintah RI nomor 2 tahun 2003, tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri,” katanya.
Kedua oknum anggota kepolisian ini pun akhirnya divonis hukuman 21 hari tahanan di ruangan khusus serta tidak diberikan hak untuk mengikuti pendidikan kepolisian selama 6 bulan, terhitung mulai November 2019, hingga April 2020. Sementara empat oknum terduga masih dalam proses penyidikan.