MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Analis politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman menilai pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka paling potensial tersandera kepentingan kaum oligarki jika memenangi Pilpres 2024. Potensi itu besar lantaran Prabowo-Gibran paling banyak disokong pebisnis besar.
“Dilihat dari ketiga pasangan capres-cawapres yang ada, maka jelas pasangan Prabowo-Gibran memiliki potensi paling besar yang menjadi representasi dari kekuatan oligarki dan menjadi pelindung dari operasi oligarki,” kata Airlangga kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/2).
Sejumlah pengusaha besar ikut “cawe-cawe” di Pilpres 2024. Di kubu Prabowo-Gibran, misalnya, terdapat nama pengusaha Aburizal Bakrie, Hashim Djojohadikusumo, Erwin Aksa, dan Boy Thohir, Jusuf Hamka, Erick Thohir, Airlangga Hartarto, dan Puteri Kuswisnu Wardani.
Bercokol di kubu pasangan Anies-Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), ada nama Surya Paloh, Jusuf Kalla, Thomas Lembong, Gede Widiade, dan Leontinus Alpha Edison. Adapun pada pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, terdapat nama Arsjad Rasjid, Harry Tanoesoedibjo, Sandiaga Uno dan Sofyan Wanandi.
Belum lama ini, Boy Thohir sempat sesumbar sepertiga penguasa ekonomi Indonesia bergabung mengusung pasangan Prabowo-Gibran. Ia mengklaim pasangan jagoannya didukung grup perusahaan besar, semisal Djarum Group, Sampoerna Strategic Group, dan Adaro Group.
Pernyataan Boy Thohir itu, menurut Airlangga, menunjukkan kuatnya aliansi pebisnis di kubu pasangan nomor urut 2. Jika Prabowo-Gibran menang, Airlangga khawatir kekayaan negara bakal mengalir ke kelompok oligarki yang mengusung pasangan tersebut.
“Ini menjadi problem mengingat bahwa dapat kita prediksi ke depan, apabila sebagian besar pendukung kekuatan 02 adalah kaum oligarki, maka hampir dapat dipastikan kepada siapa distribusi maupun partisipasi pembangunan ekonomi akan diberikan oleh kekuatan 02 ini. Tidak jauh dari kekuatan sosial kelas oligarki,” ucap Airlangga.
Selain tersandera kaum oligarki, menurut Airlangga, pasangan Prabowo-Gibran juga potensial dikendalikan kepentingan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya. Apalagi, Jokowi sudah jor-joran “berinvestasi” untuk kemenangan pasangan tersebut.
“Bahkan menarik kecenderungan orientasi politik dari presiden sendiri. Indikasi yang muncul bisa kita saksikan bagaimana perangkat hukum dan konstitusi sudah dipake sedemikian rupa oleh kekuasaan melalui kasus di MK (Mahkamah Konstitusi) yang seharusnya berjalan untuk mengawal kekuasaan,” ujar Airlangga.
Kasus yang dimakud Airlangga ialah putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dikeluarkan Oktober lalu. Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah dipilih atau menjabat menjadi kepala daerah.
Berkat putusan itu, Gibran yang saat ini masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta mendadak memenuhi syarat sebagai cawapres. Saat putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman, Gibran masih berusia 36 tahun. Anwar ialah besan Jokowi alias paman Gibran. Sejumlah analis menduga Jokowi turut mempengaruhi Anwar dalam putusan tersebut. (Rilis)