Pernah Mengintip Lawan Jenis? Berarti Kamu Menderita Voyeurisme

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Kerap kita temui di pelbagai pemberitaan tentang seorang pria yang menguntit seorang wanita, entah apakah perempuan tersebut sedang bertelanjang badan ataukah sedang berganti busana.

Sesuai istilahnya, gejala tersebut dinamakan voyeurisme, yang berasal dari bahasa Prancis yakni ‘vayeur’ yang artinya mengintip.

Dari Diagnostic and Statistical Manual (DSM) American Psychiatric Association (APA), voyeurisme termasuk dalam delapan kategori parafilia, yakni diantaranya Ekshibisionisme, Fetishisme, Frotteurisme, pedofil, Masokinisme, sadisme seksual, dan transvestic.

Parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya (disorder).

Mengutip www.psychologistanywhereanytime.com, Seseorang dengan gangguan voyeuristik akan terangsang secara seksual, dengan cara sengaja mengintip orang yang tengah telanjang, mengganti busana, atau sepasang orang yang sedang melakukan hubungan seks.

Selain mengintip aktivitas pribadi korbannya secara langsung, voyeurs juga biasanya merekam kejadian tersebut dengan kamera dan nantinya ia akan melihat hasil rekamannya.

Selain itu, orang yang punya sikap voyeuristik terkadang menggunakan berbagai cara untuk bisa melihat adegan seks, seperti menaruh cermin atau kamera di tempat tersembunyi. Hingga memasang tape perekam agar bisa mendengarkan percakapan orang yang sedang bercinta.

Voyeurs lebih umum disebut “Peeping Toms, Tukang Intip–pen” karena mereka cenderung melakukannya melalui lubang ‘intip’ atau membuka jendela dan menonton target mereka dengan bantuan objek, seperti teropong, cermin, dan kamera perekam.

Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip, misalnya memperkosa untuk membayar hasrat seksualitasnya. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih.

Hasrat seksualitasnya baru ditebus, setelah atau saat sedang mengintip korbannya dengan cara masturbasi (onani).

Selain menyaksikan film biru, dalam perkembangannya, voyeurisme juga mulai dikaitkan dengan tayangan hiburan (Infotaiment), seperti pemberitaan yang mewartakan prilaku artis secara pribadi atau menampakkan lekuk tubuh si artis.

Seperti dalam tesisnya, Bramandityo Linggar Prabowo, dengan mengutip teori psikoanalisis Mulvey, ia menjelaskan, voyeurisme diterapkan tidak hanya dalam melihat wanita sebagai obyek, tetapi penerapan voyeurisme dalam melihat informasi pribadi orang lain (2010:8).

Praktik voyeurisme acap kali terlihat dalam framing camera face (obyek kamera yang sedap dipandang mata). Seperti pada wawancara seorang artis perempuan yang memperlihatkan lekuk tubuhnya atau mengisahkan kisah perselingkuhan selebriti di tanah air.

Tak hanya itu, voyeurisme juga dilakukan secara tidak sadar bagi pengguna gawai pintar melalui fitur media sosial. Dalam istilah populernya ‘Stalking’, warga net biasanya melihat unggahan foto seksi perempuan di media sosial, atau menilik kehidupan pribadi seseorang, seperti dalam jurnal Mediated Voyeurism dan Media Sosial, Anggita Harum Ningtyas.

Menurut Anggita, berkembangnya media sosial yang dapat mendukung terciptanya lingkungan virtual dapat memunculkan fenomena-fenomena sosial dalam kehidupan masyarakat, yaitu adanya perilaku mediated voyeurism yang mana para pelakunya memiliki ketertarikan berlebih terhadap aktivitas dan privasi orang lain (Anggita, 2016:3).

Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi tidak hanya dilakukan secara langsung dengan memasukkan mata pada lubang kecil atau besar, voyeurisme tanpa disadari juga dapat dilakukan melalui teve bahkan layar gawai melalui media sosial.

Bagi pengidap kelainan seks ini, voyeurisme digunakan sebagai perangsang seksualitasnya dalam memperoleh kepuasan seksual, entah apakah ia adalah seorang lelaki atau perempuan.

Yang jelas, para penderita perilaku seksual menyimpang, voyeurisme sering membutuhkan bimbingan atau konseling kejiwaan, disamping dukungan orang-orang terdekatnya agar dapat membantu mengatasi keadaan mereka dan menghidarkannya dari tindak kriminal atau pelanggaran norma dan etika yang berlaku.

Penulis : Agus Mawan