Pilgub Sulsel, Aziz: Tinggal di Luar Pesantren Banyak Godaan

Calon Wakil Gubernur Sulsel Aziz Qahhar Mudzakkar/ IST

MAKASSAR, SUSLELEKSPRES.COM – Calon Wakil Gubernur Sulsel Aziz Qahhar Mudzakkar, yang berpasangan dengan Nurdin Halid, mengaku tinggal di luar pesantren banyak godaan tuntutan dan godaan.

Aziz merinci, dengan tinggal di pesantren, salat jamaah lima waktu bisa tetap terjaga. Hidup juga dapat lebih sederhana dan terarah. Oleh karena itu, dirinya tidak pernah bermimpi punya rumah mewah apalagi apartemen.

Maka, dirinya menjalankan kehidupan sederhana dengan tinggal di lingkungan pesantren, untuk menghadirkan sifat kepemimpinan yang santun dan tidak berjarak dengan masyarakat.

“Alhamdulillah sampai saat ini rumah saya di Depok di pesantren saja. Kalau di pesantren tidak mewah. Pesantren bisa mengontrol saya. Baik secara moral, spiritual, dan sosial. Naudzubillah min dzalik, jika tinggal di apartemen dan salat lima waktu bolong-bolong,” tegasnya.

Lebih lanjut, menurut Aziz, setidaknya ada tiga teladan kepemimpinan Rasulullah SAW yang patut ditiru. Pertama, peduli terhadap rakyat, dimana Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang sangat penyayang. Ia menyebut Rasulullah merupakan tipe pemimpin yang mampu merasakan penderitaan rakyatnya. Olehnya itu, beliau tidak pernah ingin melihat atau membiarkan rakyatnya menderita.

Kedua, Rasulullah SAW adalah tipe pemimpin yang senantiasa bekerja keras untuk rakyat. Beliau telah memberikan contoh bagaimana sosok pemimpin ideal. Bukan untuk dilayani, melainkan melayani rakyatnya.

Ketiga, Rasullullah SAW adalah tipe pemimpin yang sangat menyayangi rakyatnya. Cinta kasihnya sangat tulus.

“Rasullullah SAW merupakan pemimpin yang peduli rakyat, bekerja keras untuk rakyat dan menyayangi rakyat,” kata Aziz.

Lebih jauh, Aziz memaparkan Rasulullah SAW juga mengajarkan bahwa kepemimpinan bukanlah sebatas untuk menggapai kekuasaan. Dalam proses mencapai kekuasaan, jika proses dan caranya kasar, berarti jabatan yang diemban hanyalah menjadi tujuan belaka dan bukan lagi jembatan. Padahal, jabatan atau kekuasaan sejatinya adalah jembatan untuk beramal dengan mensejahterakan rakyat.

“Kalau sudah menghalalkan segala cara, kasar, penuh fitnah, dan jauh dari yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, jabatan baginya bukan jembatan untuk memakmurkan rakyat tapi sudah menjadi tujuan pribadi,” terang Aziz.

Penulis: Abdul Latif