23 C
Makassar
Wednesday, October 23, 2024
HomeMetropolisMudik Gagal, Bantuan Nihil, Derita Mahasiswa Indekos

Mudik Gagal, Bantuan Nihil, Derita Mahasiswa Indekos

- Advertisement -

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) membuat aktivitas masyarakat di luar rumah banyak yang terhenti. Mulai dari bekerja sampai dengan belajar, semuanya dilakukan dari rumah.

Hal ini terjadi karena pemerintah menetapkan aturan sosial distancing, dan beberapa wilayah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya memutus mata rantai penularan virus tersebut.

Akibatnya, sejumlah mahasiswa gagal mudik, karena ada imbauan untuk tidak mudik demi mencegah terjadinya penyebaran Covid-19 di kampung halaman mereka.

Puluhan bahkan ratusan mahasiswa masih menetap di kota Makassar, beberapa diantara mereka berada di indekos, jalan Bung lorong II, kelurahan Tamalanrea Jaya, kecamatan Tamalanrea, kota Makassar.

Di rumah kost tersebut, setidaknya masih ada belasan mahasiswa dari berbagai daerah, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Bima, Kolaka Utara, Mamuju Tengah, dan Enrekang.

“Kita tidak bisa pulang ini bang, karena tidak boleh pulang. Kita juga takut siapa tau bawa virus pulang,” ujar Iwan, salah satu mahasiswa asal NTT.

Selain larangan mudik, mereka juga terkendala di wilayah finansial. Sebab biaya mudik cukup tinggi, belum lagi kesulitan ekonomi keluarga di kampung meningkat ditengah pandemik Covid-19.

“Ongkos kapal dari sini ke Kupang itu 400 ribu. Terus transit lagi pakai kapal Veri ke Alor 130 ribu. Belum biaya makan, minum, dan lain-lain di kapal. Karena perjalanan itu bisa sampai satu minggu,” lanjutnya.

“Jangankan pulang bang, untuk makan di sini saja susah. Bantuan pemerintah juga tidak ada biar sedikit,” beber mahasiswa Sandi Karsa tersebut.

Selain Iwan, hal serupa juga dialami Wahyu Usman, mahasiswa STIE LPI Makassar asal Kolaka Utara yang memutuskan tinggal di Makassar karena takut mudik

“Tidak bisa ki juga pulang ini, jangan sampai bawa virus ki pulang. Keluarga di kampung lagi yang jadi korban nanti kalau mudik ki,” ujar Wahyu.

“Terpaksa tinggal ki di Makassar saja. Kalau sampai lebaran masih belum bisa pulang, ya lebaran di sini saja. Mau bagaimana lagi,” lanjut Wahyu.

Nasib Wahyu di Makassar tidak berbeda dengan Iwan. Sesama perantau, mereka juga mengalami kesulitan yang sama. Belum lagi perekonomian keluarganya yang tergolong menengah kebawah, sebab ayahnya sudah wafat.

“Tulang punggung keluarga ya ibu. Kan bapak sudah tidak ada, jadi ibu yabg kerja. Biasa disisihkan untuk biaya kuliah saya. Kalau makan ya seadanya saja, biasa ikut teman-teman di kos.”

“Harapan saya ya semoga ada perhatian dari pemerintah. Kita ini tidak minta banyak ji. Mie instan saja bersyukur sekali maki kalau ada yang bantu. Apalagi di berita saya baca ada bantuan 10 ribu paket dari presiden. Ya mudah-mudahan busa ki dapat.”

“Selama ini belum pernah ada bantuan. Biar yang semprot-semprot itu tidak ada juga. Masker ji, dikasih sama teman beberapa hari yang lalu,” terangnya.

Penulis : Widyawan Setiadi

spot_img
spot_img

Headline

spot_img