MAKASSAR – Rencana pemerintah bikin aturan setop sementara (moratorium) perkebunan sawit sudah muncul sejak April tahun lalu. Setelah lebih setahun berlalu tampaknya akan ada titik terang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan moratorium izin sawit bakal terbit September 2017.
”Moratorium masih menunggu Perpres (Peraturan Presiden) diteken. Proses sedang berjalan, optimis saja. Mudah-mudahan September,” katanya, pekan lalu di Jakarta.
Dia menginginkan, moratorium izin sawit segera terbit hingga bisa jadi solusi dalam penyelesaian persoalan seperti soal informasi komoditi, pelanggaran dan lain-lain.
Moratorium ini, katanya, selama tiga tahun terhitung setelah perpres diteken. “Baru kita daftar semua, bereskan,” katanya.
Dia mengatakan, aturan moratorium penting guna membuka informasi dugaan bahwa tak hanya rakyat yang tak mengantongi izin, juga perkebunan. ”Mungkin punya, tapi paling tinggi izin lokasi,” katanya.
Darmin mengatakan, hutan di Indonesia rusak sejak 1970-an, hal itu ditunjukkan dengan peta bumi yang dimiliki Indonesia.
Kala itu Indonesia, tak dalam posisi mendapatkan pilihan terbaik pertama, tetapi mendapatkan pilihan kedua atau ketiga.
“Dalam kebijakan ekonomi, kita ada sebuah solusi dari yang jelek di antara yang paling jelek. Saya tidak membenarkan kerusakan hutan, tapi dari zaman HPH sudah rusak. Saya juga tak mau menghakimi. Intinya, memilih solusi kurang bagus tapi menguntungkan,” katanya.
Darmin tak mau mengatakan sawit itu benar, namun mencoba memaparkan fakta. “Kita harus berpikir, harus bagaimana memperbaiki ini?” katanya.
Kini, lahan jadi masalah, distribusi kepemilikan lahan di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Pemerintah, katanya perlu menciptakan perkebunan berkelanjutan dengan modal.
”Bukan hanya berbicara pada duit, pendidikan, tanah, bibit, pendampingan pasca panen menjadi salah satu solusi. Kita harus bereskan itu.”tegasnya.
Belum Selesaikan Masalah
Seperti di lansir mongabay, Selasa (8/8/2017), Kepala Departemen Kajian Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi, Zenzi Suhadi menyatakan, usia moratorium hanya tiga tahun belum menyelesaikan masalah kebun sawit.
”Idealnya 25 tahun. Perluasan wilayah baru itu dikunci,” katanya.
Seharusnya, katanya, moratorium tak hanya penerbitan izin, tetapi moratorium land clearing dalam land banking.
Angka ini disesuaikan HGU dan waktu cocok untuk lingkungan yang mengalami degradasi dan defortasi yang memiliki nafas untuk memulihkan diri.
”Kalau melihat daya tampung lingkungan hidup kini, konsesi sawit sudah overloading dengan ruang di Indonesia,”terangnya.
Begitu juga, substansi dalam moratorium hutan perlu membahas penataan sawit di kawasan hutan. ”Pemerintah misal, bisa membuat opsi apakah dibuat badan otoritas khusus pengelolaan aset sitaan dari pelanggaran bidang kehutanan, misal,” katanya.
Zenzi melihat, perlu ada data tandingan yang mengimbangi dari HGU yang diterbitkan akan jauh melampaui usia jabaran dari penerbit izin.
Dia contohkan, jabatan bupati hanya lima tahun, namun izin sawit mencapai 25-30 tahun. ”Risiko jadi tidak terikat dengan pimpinan. Jadi proses kontrol, risiko dan tanggung jawab negara itu diikat dengan adanya moratorium,”jelasnya.