MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar, periode tahun 2017 – 2018 menggelar dialog publik dengan tema “Farmasi Perangi Obat Ilegal” di salah satu Warkop, di Bilingan Jln Pangayoman, Makassar, Sabtu (14/10/2017) malam.
Hadir sebagai narasumber, yakni Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Makassar, Salman Aktivis Pemerhati Kesehatan yang juga adalah penulis buku “Farmasa dan Catatan yang Belum Usai,”.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Anwa Sam ini berlangsung terbuka. Sejumlah peserta diskusi, mayoritas mahasiswa Farmasi mempertanyakan perihal profesi Farmasi yang cenderung tidak memiliki aturan dan acuan yang jelas. Begitupun pada peluang kerja yang sangat minim, bahkan ada yang menyebutkan tidak sedikit profesi apoteker yang pada dunia kerja sangat tidak berbanding terlurus dengan latar belang keilmuan.
Selain itu, dominan peserta mempertanyakan asal muasal obat ilegal yang banyak beredar di kalangan publik, khususnya PCC. Memanggapi hal tersebut, Ketua AIA Makassar Salman mengatakan bahwa, publik harus membedakan antara obat legal dan obat ilegal.
“Kalau legal (resmi) itu termasuk dalam rana apoteker. Kalau ilegal itu bukan tanggungjawab kita (Farmasis), bahkan balai POM pun tidak memiliki tanggung jawab. Namanya ilegal, kita tidak tau siapa yang produksi. Itu rananya kepolisian,” tegas Salman.
Dia menjelaskan, Balai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) hanya memeriksa pada rana legal. Sehingga obat Ilegal bukan tanggungjawab Balai POM, begitupun bukan tanggungjawab Farmasis.
“Saya tegaskan, bahwa soal obat ilegal, Farmasis rananya adalah untuk mengedukasi masyarakat. Sekali lagi saya katakan, kalau ada ditemukan PCC di sarana apotik, itu tindakan melawan hukum, silahkan diproses secara hukum. Kalau misalnya ternyata apotekernya terlibat, maka tagkap apotekernya. Itu oknum yang melakukan, itu sudah saya sampaikan ke pada polisi,” ucapnya.
Olehnya, dia mengharapkan, jika ada masyarakat umum yang ingin menggunakan obat, sekiranya untuk melakukan pembelian di saran resmi. Adapun opoteker nakal, yang melakukan kejahatan profesi. Dia menegaskan bahwa hal itu adalah oknum.
“Kalau ada profesi yang melakukan penyelewengan, pasti diproses, silahkan diproses. Kita juga akan tetap proses, baik sanksi administrasi, bahkan tidak sedikit masuk dalam rana hukum,” tandasnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Irwan Chomaeni. Menurutnyam apapun bentuk profesi, sudah pasti akan memiliki oknum. Sehingga perlakuan oknum tidak semestinya untuk mendiskreditkan profesi.
“Tapi, fungsi organisasi, bahwa melakukan proses credit terhadap oknum yang nakal atau yang telah melanggar,” tegasnya.
Dijelaskan pula, profesi Apoteker saat ini bermitra sejajar dengan dokter. Hal ini bukan tanpa alasan, lantaran era saat ini, apoteker juga sudah melakukan pelayanan. Begitu juga tidak ada larangan untuk melakukan pelayanan lanbgsung terhadap pasien.
Hanya memang, kondisi lain, lantara perkembangan pendidikan antara apoteker dan kedokteran masih tidak berjalan sejajar.
“Kita ini bermitra dengan apoteker, jadi kalau bermitra, profesi kerjanya sama. Tetapi perkembangan pendidkan harus disejajarkan. Bukan malah sistem pendidikan kita sengaja untuk dilemahkan,” tandasnya.
Sebelumya, Ketua BEM Fakultas Farmasi UIT, Sulistiawan mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas, khususnya profesi apoteker perihal penyebaran obat ilegal.
“Ini supaya kita mampu mengetahui, tidak mendiskreditkan profesi pada masalah yang pelakunya tidak kita tau,” tuturnya.
Selain itu, kegiatan ini dilaksanakan untuk memberikan pemahaman kepada profesi apoteker untuk melakukan edukasi kepada masyarakat, yakni penggunaan obat dan saran opoteker yang baik.
“Kita memberikan pemahaman kepada masyarakat, agar jika ingin menggunakan obat, bisa bersentuhan langsung dengan sarana legal apoteker,” ucapnya.