Kisah Belut “Masapi” Penyalamat Dari Kejaran Tentara Belanda

sidat atau masapi.(Int)

MAKASSAR – Kisah perjuangan seekor belut berkuping, yang dikenal oleh masyarakat Sulsel dengan nama ikan masapi (Sidat) di masa penjajahan Belanda, hingga saat ini masih terlestarikan.

Menurut masyarakat Bugis-Makassar, ikan masapi dianggap sebagai ikan air tawar yang diistimewakan dan cukup di sakralkan. Bahkan hingga saat ini, kepercayaan masyarakat masih banyak yang enggan memakan daging ikan tersebut, meski kandungan gizinya cukup tinggi.

Kesakralan ikan masapi yang rupanya persis sama dengan ular tersebut, diyakini bisa membuat tubuh pemakannya akan melepuh.

“Pesan nenek-nenek kita dulu demikian, kita di larang memakan ikan masapi. Jangankan di makan, melihat saja ketika ada orang yang membakarnya dan asapnya mengenai kita makan tubuh akan melepuh dan gatal, “kata Muh. Irfan (52) warga Limbung Kab. Gowa, Sulsel, dilansir Kedai Berita, Sabtu (12/8/2017).

Menurutnya, keyakinan tersebut masih dipegang oleh sebagai kelompok masyarakat Bugis-Makassar khususnya yang tinggal di pedesaan.

“Saya dan keluarga besar juga sampai saat ini masih menjaga pesan nenek itu. Dan pernah ada kejadian di kampung dulu coba melanggar dan akhirnya meninggal karena tubuhnya terus gatal dan akhirnya melepuh, “ujar bapak yang memiliki 5 orang anak tersebut.

Dia mengungkapkan dari cerita yang pernah ia dengar dari neneknya dulu, bahwa asal mula keyakinan tak boleh makan ikan masapi berawal dari cerita seorang nenek moyang Bugis-Makassar yang bersembunyi di sebuah sungai besar, yang berada di tengah hutan karena di kejar oleh tentara Belanda di masa penjajahan saat itu.

Rasa gelisah karena takut persembunyiannya di ketahui tentara Belanda, tiba-tiba muncul seekor ikan masapi berukuran besar dari dasar air sungai tersebut dan langsung membantu nenek moyang untuk ditunjukkan tempat persembunyian yang lebih aman.

Setelah berhasil selamat dari pengejaran tentara Belanda, nenek moyang kemudian bersumpah dihadapan ikan masapi berukuran besar itu sebagai bukti balas budi.

“Nah ceritanya, nenek moyang kita bersumpah dan berjanji kala itu bahwa seluruh keturunannya tak akan memakan ikan masapi dan jika itu di langgar maka tubuhnya akan melepuh ,”terang Irfan ungkapkan cerita neneknya dulu.

Cerita yang sama diungkapkan Puang Harlia (67) warga kampung Moncongloe Kab. Maros, Sulsel. Dimana keyakinan untuk takut mendekati ikan legenda yang tinggal di celah-celah bebatuan yang ada di sungai tersebut masih telestarikan dalam keluarga besarnya.

“Sampai sekarang, anak-anak saya dan cucu saya larang dekat apalagi makan ikan masapi. Itu sudah pesan nenek moyang kami, “akuinya.

Menurut cerita neneknya dahulu, ikan masapi berbeda dengan ikan pada umumnya. Ikan masapi kata dia memiliki perasaan sama dengan ikan lumba-lumba.

“Kata nenek ikan masapi itu punya jiwa penolong sama lumba-lumba. Dimana sebelumnya ikan masapi pernah menolang nenek moyang dulu sehingga balas budi kita dilarang memakannya, “ungkap Harlia.