MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Koordinator Jaringan Aktivis Mahasiswa Anti Korupsi (JAMAK) Sulsel, Dwi Putra Kurniawan menduga kuat ada permainan terhadap kasus dugaan korupsi sertifikasi gaji guru dimana nama isteri Bupati Sinjai ikut terseret.
Belum lama ini, isteri bupati secara tidak langsung mengakui kesalahannya, dengan melakukan pengembalian kerugian negara sebesar 165.388.325,00 juta, kasus ini sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Sinjai. Namun, menurut Putra, proses tersebut dinilai tidak jelas tindak lanjutnya.
Sebelumnya, Pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Sinjai, Noer Hadi menyampaikan kalau laporan tersebut akan diproses. Hanya saja ada moment Pilkada sehingga laporan akan diproses setelahnya.
“Kinerja Kejari Sinjai patut dipertanyakan, seolah-olah mengatakan ini politis karena persoalan momen Pilkada. Nah sekarang, apa bedanya dengan kasus Calon Walikota Malang, Calon Gubernur Sultra dan Calon Bupati Bandung Barat yang terus berlanjut prosesnya tak berhenti karena adanya pilkada,” kata Putra (3/4/2018) dalam rilis yang diterima Sulselekspres.com.
“Kajari Sinjai Harus paham sekalipun ada proses Pilkada pemberantasan korupsi itu tidak boleh berhenti, aturan dari mana itu? Dasar hukumnya apa? Ketua KPK Pak Agus Raharjo di beberapa Media menolak hal tersebut, nah sementara di Sinjai ini bukan calon tetapi Kan hanya keluarganya, Jadi apa masalahnya? Justru kami menduga Kejari Sinjai politik dengan menunda,” tambahnya.
BACA:Â Mahasiswa Sinjai Desak Pemprov Tunda Pelantikan Sekda
Dia menganggap kalau kasus ini tidak jelas prosesnya.
“Sejumlah laporan telah masuk, kami mengkaji sudah terdapat alat bukti yang sah tetapi prosesnya tidak jelas, alasannya hanya karena pilkada. Apakah proses hukum berhenti karena musim pilkada?,” sesalnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan penghentian perkara korupsi karena tersangkanya telah mengembalikan uang korupsi tersebut jelas bertentangan dengan pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut sangat jelas menyebutkan pengembalian uang tidak menghapus tindak pidananya.
“Ini jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Tipikor. Nah kalau begitu, kami anggap kinerja Kejari Sinjai tidak becus atau mungkin sudah masuk angin alias bermain mata,” Tegas aktivis Koalisi Mahasiswa Indonesia (KAMI) ini.
Lebih lanjut menurut aktivis anti Korupsi ini, Korupsi bukan lagi kejahatan biasa, melainkan telah terjadi secara sistematis.dan meluas menimbulkan efek kerugian negara dan menyengsarakan rakyat, karena itulah korupsi kini dianggap kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime). Makanya itu tidak boleh ada tebang pilih atau karena ada hal politis.(*)