Memasuki Desa Tongke-tongke, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, akan sangat sulit melihat langsung ke laut. Sebab nyaris sepanjang garis pantainya berbaris pohon Mangrove, jenis Rhizopora yang sangat rapat dan subur diterpa angin laut.
Siang itu, matahari tengah menyirami Tongke-tongke dengan teriknya, hingga jalanan tampak sunyi. Hanya ada beberapa warga yang memilih duduk di bangku-bangku yang sengaja diletakkan di bawah pohon rindang. Rumah-rumah berjejer tidak beraturan, dan salah satunya ada rumah tokoh yang dikenal di senatero Sinjai, bahkan Sulsel atau para pencinta Mangrove berada diantaranya.
Seorang lelaki paruh baya sedang duduk di teras rumahnya. Kulitnya mengeriput dimakan waktu sedang menikmati udara siang. Dia dikenal sebagai bapak atau pengasuh, atau kadang-kadang disebut juru kunci kawasan Hutan Mangrove di Tongke-tongke. Dia bernama H. M. Taiyeb.
BACA: Tri Rachayu Apresiasi Inisiator Kawasan Mangrove Tongke-Tongke Sinjai
Senyumnya merekah sebagai sambutan kedatangan tamunya, dengan sebuah songkok di kepalanya. Meski sudah berusia lanjut, tetapi Taiyeb masih terlihat segar dari orang seusianya.
Usianya sudah 82 tahun, tetapi masih aktif terlibat penanaman maupun keliling Sulsel, untuk penyuluhan soal Mangrove demi menebar pesan kelestarian lingkungan masa depan.
“Tadi pagi saya pergi cek Mangrove yang baru ditanam,” kalimat sambutan Taiyeb sambil menjabat tangan, seolah menegaskan kecintaannya pada tumbuhan yang menjadi rumah bagi banyak biota laut itu.
Sambil duduk ruang tamunya, dia kembali menghadirkan masa lalu perkenalannya hingga jatuh cinta pada Mangrove. Semuanya berawal pada tahun 1985, di mana kampungnya mengalami masalah lingkungan yang terpapar nyata. Dia bukannya menghindari masalah itu, Taiyeb justru berpikir keras untuk menemukan solusi, agar tetap bisa menetap di kampung yang telah membesarkannya dan keluarganya itu.
