MAKASSAR – Penyidikan lanjutan kasus dugaan korupsi penyelewengan Dana Intensif Daerah (DID) Lutra yang menelan anggaran Rp 24 miliar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tinggal menunggu putusan Komisioner.
“Berkas permohonan penyidikan sudah di meja pimpinan dalam hal ini Komisioner KPK. Nah penyidik saat ini lagi tunggu keputusannya apakah disetujui atau bagaimana,” kata Ronny salah seorang pelapor perkara korupsi DID Lutra ke KPK membeberkan hasil koordinasinya dengan pihak KPK dalam rangka menagih tindak lanjut laporannya tersebut, Jum’at (8/9).
Ia mengatakan, banyak penjelasan yang didapatkan dari hasil kordinasi dengan pihak KPK Selasa (5/9) 2017 kemarin.
“Selain bocoran menunggu putusan komisioner, informasi lainnya juga terkait hasil koordinasi KPK dengan Polda Sulsel dan Kejati Sulsel. Polda maupun Kejati sudah menyatakan tak ada lagi penyidikan lanjut DID setelah dua terdakwa divonis di Pengadilan Tipikor Makassar dan telah incratch,” kata Ronny yang berstatus Justice Collaborator dalam perkara DID Lutra itu.
Lebih lanjut Ronny mengakui telah diberi kesempatan jika ingin menangani korupsi DID Lutra yang diduga melibatkan mantan pasangan Kepala Daerah Lutra tersebut.
“Demikian dikatakan pihak KPK ke saya saat berada di kantor KPK kemarin. Katanya mereka sudah bisa masuk kerjakan karena Polda maupun Kejati sudah tak lanjut lagi penyidikan terkait kasus DID itu,” kata Ronny.
Untuk diketahui Kasus dugaan korupsi proyek pengelolaan Dana Intensif Daerah (DID) tahun 2011 telah menyeret dua orang sebagai terdakwa yakni Agung dan Andi Sariming. Keduanya pun telah melalui proses persidangan dan akhirnya dijatuhi hukuman berbeda oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar belum lama ini.
Agung yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) divonis hukuman pidana 2 tahun 1 bulan penjara dan denda Rp 50 Juta subsider 2 bulan kurungan. Sedangkan Andi Sariming di vonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Dalam proses persidangan yang dijalani dua terdakwa tersebut terungkap sejumlah fakta adanya keterlibatan pihak lain yang dinilai turut andil menyebabkan terjadinya kerugian negara dalam pelaksanaan proyek DID Lutra.
Dimana dari keterangan saksi BPKP Sulsel pada persidangan membeberkan alasan terjadinya kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan DID. Dimana salah satunya disebabkan karena perencanaan yang keliru yang diatur oleh pihak diluar kewenangan kedua terdakwa yang ada.
Selanjutnya saat Hakim mengejar keterangan saksi BPKP tersebut terkait pihak di luar yang dimaksud siapa. Saksi BPKP kemudian menegaskan mereka adalah mantan Bupati Lutra Arifin Djunaid dan Mantan Wakil Bupati Lutra, Indah Putri Indriani.
Tak hanya itu keterangan saksi lainnya serta dukungan dokumen alat bukti serta saksi mahkota dalam hal ini terdakwa Agung didalam persidangan juga mengungkap adanya campur tangan mantan pasangan Kepala Daerah Kab. Lutra dalam pelaksanaan proyek yang kemudian berdampak pada terjadinya kerugian negara.
Namun fakta sidang yang terjadi dibiarkan berlalu begitu saja tanpa dilakukan pendalaman sebagai upaya mengungkap kasus yang merugikan negara miliar rupiah tersebut hingga tuntas ke akar-akarnya.
Proyek DID senilai Rp 24 Miliar yang menjerat kedua terdakwa diketahui bersumber dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI yang terbagi dalam 11 item kegiatan terdiri dari pengadaan barang dan pembangunan fisik dimana untuk jenis kegiatan pengadaan barang masing-masing program barang dan sumber belajar virtual (PSBV) sebesar Rp 4,8 miliar.
Dimana dalam perjalanan khusus jenis kegiatan pengadaan barang tersebut ditemukan adanya kesalahan spesifikasi sehingga terjadi selisih harga dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3,7 miliar. Hal itu sesuai dengan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel setelah dimintai kepolisian menghitung kerugian negara dalam proyek itu.