Mutiara Ramadhan (7):

(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)
Dalam kehidupan di atas muka bumi ini, tak ada satu pun manusia yang luput dari salah dan dosa. Tidak ada manusia yang ma’shum (terjaga dari dosa) kecuali para nabi dan rasul, yang telah Allah pilih dan berikan keistimewaan untuk selalu berada dalam bimbingan wahyu.
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, yang tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan sesama manusia. Manusia saling membutuhkan satu sama lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah, manusia berinteraksi dalam berbagai bentuk dan aspek kehidupan. Di dalam berinteraksi itulah sering menimbulkan tindakan atau perbuatan-perbuatan dosa.
Berbagai tantangan dan godaan dalam pergaulan hidup menjadi penyebab manusia tergelincir ke dalam perbuatan dosa dan kesalahan. Apalagi manusia diciptakan dalam keadaan lemah, sebagaimana Firman Allah swt., dalam Al-Qur’an:
“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (QS. An-Nisa’ [4]: 28)
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keterbatasan, termasuk dalam menahan diri dari kesalahan dan dosa. Bahkan para sahabat Rasulullah saw., yang merupakan generasi terbaik pun masih memiliki kekhilafan. Hanya saja, keimanan dan ketakwaan mereka yang kuat menjadikan mereka selalu berusaha memperbaiki diri.
Sabda Rasulullah saw., yang artinya:
“Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Di hadis lain, Rasulullah saw., bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah lebih gembira dengan taubat seorang hamba-Nya daripada kegembiraan seseorang yang menemukan kembali untanya yang hilang di padang pasir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis-hadis di atas dapat dipahami dengan jelas bahwa manusia pada dasarnya tidak luput dari dosa. Namun, yang membedakan adalah bagaimana seseorang merespons kesalahannya. Orang yang terbaik di sisi Allah bukanlah yang tidak pernah bersalah, melainkan mereka yang segera bertaubat ketika menyadari kesalahannya.
Allah menegaskan hal ini di dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)
Kesadaran bahwa tidak ada manusia yang ma‘shum ini hendaknya membuat kita lebih bijaksana dalam melihat diri sendiri dan orang lain. Jangan mudah menghakimi kesalahan orang lain. Yang terpenting adalah terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dengan memperbanyak istighfar dan taubat.
Ramadhan Bulan Ampunan
Sebagai umat Islam kita patut bersyukur karena kita dianugerahi satu bulan yang merupakan waktu terbaik untuk bertaubat, memohon ampunan atas segala dosa dan kesalahan, yakni bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan merupakan momen istimewa untuk membersihkan diri dari dosa-dosa dan kesalahan yang diperbuat selama ini. Bulan Ramadhan adalah bulan penuh rahmat dan ampunan. Allah swt., membuka pintu taubat selebar-lebarnya, sebagaimana FirmanNya di dalam al-Quran, yang artinya:
“Katakanlah: ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53)
Rasulullah saw., bersabda, yang artinya :
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesempatan yang diberikan Allah untuk bertaubat di dalam Bulan Suci Ramadhan ini harus digunakan semaksimal mungkin. Sebab, tidak ada jaminan bahwa kita akan bertemu Ramadhan berikutnya. Mari manfaatkan bulan ini untuk kembali kepada Allah dengan taubat yang tulus dan memperbanyak amal kebaikan.
Agar taubat kita diterima Allah swt., kita harus menyesali dosa-dosa yang telah dilakukan seraya berhenti dari perbuatan dosa tersebut. Kita juga harus berjanji dan bertekad dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya. Dengan demikian, Insya Allah setelah kita keluar dari bulan Suci Ramadhan, kita menjadi pribadi-pribadi bersih dari dosa seperti anak yang baru lahir dari Rahim ibunya. Wallahu A’lam.[*]