Mutiara Jumat (2), 26 Syawal 1446 H:
Oleh Hadi Daeng Mapuna
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)
Ramadhan 1446 H baru saja berlalu, meninggalkan jejak spiritual yang mendalam. Selama sebulan penuh, kita telah dididik dalam keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Bulan mulia ini ibarat madrasah ruhaniyah yang membentuk pribadi yang taat, sabar, dan penuh kasih sayang.
Pertanyaannya kini, mampukah kita menjaga nilai-nilai, amal shalih, dan karakter baik yang telah diajarkan Ramadhan? Ataukah semua itu akan berakhir seiring kepergian bulan suci? Apakah perubahan spiritual yang kita rasakan hanya bersifat sementara, ataukah benar-benar menjadi bagian dari gaya hidup kita sebagai seorang Muslim?
Sejatinya, apa yang telah didapatkan dari madrasah Ramadhan, harus diteruskan secara konsisten dalam kehidupan setiap muslim. Konsistensi atau istiqamah adalah tanda bahwa ibadah kita di bulan suci benar-benar berbekas dalam jiwa. Ibarat pohon yang dirawat dan disirami sepanjang Ramadhan, jangan biarkan ia layu hanya karena tak lagi mendapat siraman amal. Justru inilah saatnya membuktikan bahwa akar keimanan kita telah tumbuh kuat.
Allah swt memberikan jaminan luar biasa bagi hamba-Nya yang istiqamah. Hal itu disebutkan dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka…” (QS. Fussilat: 30)
Ayat ini menunjukkan bahwa konsistensi dalam keimanan dan amal akan mendatangkan ketenangan, penjagaan malaikat, dan kabar gembira dari Allah swt.
Nabi Muhammad saw, dalam salah satu hadisnya, bersabda:
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling konsisten, walaupun sedikit.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menjadi prinsip emas bagi siapa pun yang ingin menjaga semangat Ramadhan sepanjang tahun, tidak harus banyak, tetapi harus berkelanjutan.
Dalam Hadis yang lain, Rasulullah saw bersabda:
“Bersemangatlah untuk mengerjakan amalan yang mampu kalian lakukan. Karena Allah tidak akan bosan sampai kalian sendiri yang bosan.” (HR. Bukhari)
Imam Hasan al-Bashri pernah berkata: “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan akhir amal seorang mukmin kecuali kematian.”
Maksud perkataan Imam Hasan al-Bashri tersebut adalah selama hayat masih di kandung badan, maka tak ada alasan untuk berhenti beribadah.
Dikisahkan bahwa para sahabat Nabi saw menangis ketika Ramadhan berakhir, bukan karena puasanya yang berat, tapi karena mereka takut ibadahnya tidak diterima.
Selama enam bulan setelah Ramadhan, mereka berdoa agar amal Ramadhan mereka diterima, dan enam bulan berikutnya mereka berdoa agar diberi umur bertemu Ramadhan kembali. Ini menunjukkan kesinambungan spiritual yang luar biasa.
Langkah-Langkah Menjaga Konsistensi Ibadah
Dalam rangka menjaga konsistensi dalam ibadah dan amal shalih pasca Ramdhan, kita hendaknya melakukan langkah-langkah berikut:
o Menjaga shalat malam, meski hanya dua rakaat, sebagai pelipur hati di tengah gelapnya dunia.
o Menjalani puasa sunnah Senin-Kamis dan Ayyamul Bidh untuk menambah bekal spiritual.
o Menyisihkan waktu tilawah Al-Qur’an, walau hanya satu halaman per hari, sebagai santapan ruhani.
o Terus berinfak, sambil menjaga hati agar tetap rendah hati dan tidak terperdaya oleh dunia.
Dengan menjaga konsistensi dalam ibadah dan amal shalih, kita tak hanya melanjutkan semangat Ramadhan, tapi juga menapaki jalan menuju ridha Allah sepanjang hidup, hingga kita dipertemukan kembali dengan Ramadhan yang akan datang. Wallahu a’lam.[*]