Mutiara Jumat (3), 04 Dzulqa’dah 1446 H:
Oleh Hadi Daeng Mapuna
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)
Tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, bertepatan dengan hari lahir Ki Hajar Dewantara, Tokoh Perintis Pendidikan Nasional. Momentum ini menjadi pengingat akan pentingnya pendidikan serta upaya menumbuhkan semangat patriotisme dan nasionalisme di kalangan seluruh insan pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan melahirkan orang-orang pintar (memiliki ilmu). Ilmu yang dimiliki oleh setiap orang digunakannya untuk menjalani hidup dan kehidupan, dalam berbagai aspeknya. Dengan ilmu, orang dapat meraih derajat yang lebih dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu.
Allah swt berfirman:
“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat” (QS. Al-Mujadalah: 11)
Di dalam ajaran Islam, pendidikan merupakan hal utama dan pertama yang diajarkan. Rasulullah saw bersabda;
“Tuntutlah Ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat” (HR. Ibnu Abd. Bar)
Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw mengingatkan bahwa menuntut ilmu adalah wajib bagi kaum muslimin dan muslimat.
“Menuntut Ilmu wajib atas tiap Muslim baik muslimin maupun muslimah.” (HR. Ibnu Majah)
Ayat dan hadis di atas mengandung makna pentingnya pendidikan bagi manusia.
Kepintaran vs Kejujuran
Tak dapat dipungkiri, pendidikan telah melahirkan banyak orang pintar di negeri ini. Bahkan kepintaran putra-putri bangsa ini melebihi kepintaran putra-putri bangsa lain. Itu berarti, dari sisi ini, pendidikan di Indonesia telah berhasil. Namun jika diukur dari nilai kejujuran dan integritas, pendidikan di Indonesia belum berhasil. Terbukti tingkat korupsi, narkoba dan kejahatan lainnya masih merajalela di negeri ini.
Dalam hal korupsi, Indonesia pernah dilabeli sebagai negara terkorup di dunia. Saat ini Indonesia sudah berada di posisi 99 dari 180 negara. Meskipun demikian, peringkat Indonesia masih di bawah banyak negara di ASEAN.
Demikian juga penggunaan narkoba. Dapat dikatakan bahwa Indonesia saat ini dalam status darurat narkoba. Hal ini tentu sangat memprihatinkan, apalagi pengguna narkoba kebanyakan adalah generasi muda. Demikian juga kejahatan-kejahatan lainnya, seperti pemerkosaan, penganiayaan dan pembunuhan. Itu semua sangat bertolak belakang dengan tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Sangat ironis, karena kejahatan-kejahatan seperti korupsi, narkoba, dan kedzaliman-kedzaliman yang cukup memprihatinkan itu dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pendidikan. Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia baru sebatas mampu melahirkan orang pintar tetapi belum mampu melahirkan orang-orang yang berintegritas (jujur, berperilaku baik, dan tidak mudah melakukan kejahatan-kejahatan terhadap sesama manusia).
Pendidikan seharusnya mampu melahirkan tokoh-tokoh besar yang tidak hanya memiliki ilmu yang mumpuni tetapi juga memiliki integritas (kejujuran) yang tinggi, semisal; Ki Hajar Dewantara, KH. Wahid Hasyim, Buya Hamka, BJ. Habibie, Baharuddin Lopa, dan sejumlah tokoh lainnya.
Maka, pendidikan sejati mampu menumbuhkan ilmu dan iman secara seimbang serta melahirkan manusia yang cerdas sekaligus amanah. Inilah tantangan besar yang harus kita hadapi bersama sebagai orang tua, guru, dan masyarakat. Semoga pendidikan kita tidak sekadar mencerdaskan otak, tetapi juga membersihkan hati dan membentuk akhlak. Wallahu a’lam [*]