25 C
Makassar
Tuesday, March 25, 2025
HomeMutiara HikmahSABAR DI TENGAH LAPAR, KUNCI KEBERHASILAN PUASA

SABAR DI TENGAH LAPAR, KUNCI KEBERHASILAN PUASA

- Advertisement -

Mutiara Hikmah (5):

Hadi Daeng Mapuna
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)

Suatu hari di bulan Ramadhan, kawan saya, Pak Adi, menegur seseorang karena suara motor yang bising. Pak Adi menegur orang itu agar tidak mengegas motornya berkali-kali dengan suara yang sangat keras. Suara bising itu sangat mengganggu. Orang itu tidak terima teguran Pak Adi. Dia mengomel-ngomel, mengeluarkan kata-kata kotor. Bahkan dia mengancam Pak Adi kalau masih terus menegurnya. Pak Adi merespon dengan tenang, tidak emosi. Pak Adi hanya mengatakan, “maaf, saya lagi berpuasa”.

Dari ilustrasi di atas, tampak bahwa Pak Adi tidak meladeni orang yang ditegurnya yang nyata-nyata melakukan perbuatan yang mengganggu orang lain, karena Pak Adi sedang berpuasa. Pak Adi memahami betul bahwa hal penting yang harus ditahan pada saat berpuasa adalah emosi. Pak Adi bisa saja marah mendengar omelan, cacian dan kata-kata kotor yang dilontarkan oleh orang tersebut, tetapi Pak Adi tidak melakukannya. Ia sabar dan tidak terpancing emosinya.

Salah satu hal penting yang menjadi ajaran puasa adalah sabar. Orang yang berpuasa sesungguhnya dilatih kesabarannya dalam menghadapi berbagai persoalan dalam aktivitas sehari-hari. Di dalam berinteraksi dengan sesama, sering muncul hal-hal yang memancing emosi. Tidak jarang terjadi luapan amarah yang berujung pada perkelahian. Hal ini adalah manusiawi. Artinya, setiap orang jika dihina, dicaci maki atau ditantang untuk berkelahi, pasti emosi dan marah.

Puasa yang disyariatkan Islam adalah sarana melatih kesabaran dan pengendalian emosi. Orang yang berpuasa melatih dirinya menjadi orang yang sabar di tengah rasa lapar yang mendera. Sebesar apapun hinaan, cacian dan makian yang diberikan orang, akan dihadapi dengan tenang. Jika hal itu dapat dilakukan maka dapat dikatakan bahwa orang itu telah berhasil dalam menjalankan ibadah puasa.  Sehingga, sifat sabar tersebut akan terbawa di dalam kehidupannya sehari-hari, baik saat berpuasa maupun tidak.

Allah swt., mengingatkan, “Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)

Rasulullah saw., di dalam salah satu hadisnya bersabda, yang artinya:

“Jika salah seorang di antara kalian berpuasa, maka janganlah berkata keji dan jangan berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi, hendaklah ia berkata, ‘Saya sedang berpuasa.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)

Dari hadis ini dapat dipahami bahwa puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari perbuatan buruk, seperti berkata kasar, marah, atau berkelahi. Saat seseorang menahan amarah dan tidak terpancing emosi dengan berkata, “Saya sedang berpuasa,” itu adalah bentuk pengendalian diri yang diajarkan Islam.

Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw., menyebutkan bahwa “Puasa adalah perisai” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Artinya, puasa menjadi tameng dari segala keburukan, baik dari dalam diri maupun dari gangguan orang lain. Karena itu, agar puasa yang kita kerjakan dalam bulan Suci Ramadhan ini bermakna, maka kita harus mampu bersabar dan menahan emosi di tengah rasa lapar yang mendera. Wallahu A’lam.[*]

spot_img
spot_img

Headline

spot_img