Tiga Petani Latemmamala Dinyatakan Bebas

Petani asal Latemmamala, Soppeng, Jamadi (45), Sukardi (39), dan Sahidin (39) dan Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar/ IST

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Petani asal Latemmamala, Soppeng, Jamadi (45), Sukardi (39), dan Sahidin (39) yang ditahan pihak berwajib, pada 22 Oktober 2017 silam, atas dakwaan dugaan merusak kawasan hutan lindung, Kampung Coppoliang, Kabupaten Soppeng, divonis bebas, Rabu (21/3/2018).

Kepala Divisi Tanah dan Lingkungan LBH Makassar, Edy Kurniawan, juga selaku Penasehat Hukum ketiga Terdakwa menuturkan, Majelis Hakim dalam pertimbangannya, menyatakan terdapat kekeliruan pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

“Keliru menerapkan UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Harusnya JPU menerapkan undang – undang yang lebih relevan tehadap perbuatan ketiga Terdakwa,” terang Edy, Jumat (23/3/2018).

Sebab secara filosofis UU P3H ditujukan khusus pada kejahatan perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisir sebagaimana tercantum dalam konsideran UU P3H.

Sementara, fakta yang terungkap pada persidangan membuktikan bahwa ketiga Terdakwa hanyalah petani tradisional.

“(Mereka) menebang pohon dan berkebun hanya semata – mata untuk keperluan sandang, pangan dan papan,” imbuhnya.

Selain itu, makna setiap orang dalam UU P3H sebagaimana yang didakwa kepada ketiga Terdakwa adalah orang perseorangan secara terorganisir.

Sedang perbuatan dari ketiga Terdakwa tidak dilakukan secara terorganisir.

“Untuk itu, unsur “setiap orang” yang didakwa kepada ketiga Terdakwa tidak terpenuhi, karena perbuatannya termasuk kualifikasi dalam ketentuan umum Pasal 1 UU P3H, yaitu Pasal 1 angka 6,” jelasnya.

Lanjut Edy, dalam pasal tersebut, mengandung impunitas bagi petani yang hidup secara turun – temurun di dalam atau di sekitar Kawasan hutan yang menebang pohon atau berkebun secara tradisional, tidak untuk kepentingan komersial.

Lebih jauh, Majelis Hakim menyatakan sependapat dengan pembelaan Edy terkait Alasan Penghapusan Pidana bagi ketiga terdakwa.

“Kemudian (Hakim) menjatuhkan putusan bahwa perbuatan ketiga Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dan membebaskan ketiga Terdakwa dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum,” ucapnya.

Menanggapi putusan tersebut, dengan rasa lega, Edy menilai bahwa putusan hakim dapat mencerminkan keadilan substansial, sebab putusannya bersandar pada fakta hukum persidangan.

“Putusan ini tidak hanya memberikan keadilan bagi ketiga petani, tapi juga pada 23.428 _(dua puluh tiga ribu empat ratus dua puluh delapan)_ jiwa yang saat ini bertempat tinggal dan mengelola lahan di dalam Kawasan hutan Laposo Niniconang,” ringkasnya.

Sementara itu, Korwil Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel, Rizki Anggriana Arimbi, menilai putusan hakim tersebut menjadi tonggak utama penegakan hukum dapam kasus-kasus Kehutanan.

“Sekaligus menjadi pelajaran penting bagi aparat penegak hukum agar tidak lagi melakukan kriminalisasi petani di tengah upaya pemerintah mendorong Reforma Agraria,” pungkas salah satu staf Walhi Sulsel ini.

Penulis : Agus Mawan