MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Kasus penjemputan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sontak menggemparkan masyarakat.
Hal ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap lima orang, Agung Sucipto (64), Nuryadi (36), Samsul Bahri (48), Edy Rahmat, dan Irfandi. Kelimanya diciduk di Rumah Makan Nelayan, Jalan Ali Malaka, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.
Selain itu, KPK juga mengunjungi rumah jabatan Gubernur Sulsel dan menjemput Nurdin Abdullah untuk dimintai keterangan, Jumat (26/2/2021) sekitar pukul 01:00 WITA. Nurdin sendiri diberangkatkan menggunakan pesawat Garuda GA 617, sekitar pukul 07:00 WITA.
Menanggapi hal ini, salah satu Pakar Hukum Pidana, Prof. Hambali Thalib, menilai ada beberapa kejanggalan yang terjadi. Bahkan, ia menilai kasus ini bisa saja terindikasi pada upaya penjebakan yang dilakukan oleh oknum tertentu terhadap Nurdin Abdullah.
Menurutnya, status Nurdin Abdullah belum bisa diketahui secara pasti, apakah ia memang sebagai pimpinan langsung dalam kasus temuan uang 1 miliar rupiah, ataukah hanya sebagai saksi terkait apa yang dilakukan bawahannya.
”Sebenarnya kita belum tahu pasti, soalnya masih ada dua versi, apakah pak Gub terlibat langsung atau sebagai saksi. Tetapi, menurut jubirnya, pak Gubernur dijemput di rujab. Artinya dia tidak terlibat OTT,” buka Hambali kepada Sulselekspres.com.
”Di situ kan ada bawahannya. Jangan sampai ini cuma setting yang dibuat oleh orang-orang yang memang tidak suka dengan pak Gub, yang mau membuat framing bahwa Gubernur ini lalai,” lanjutnya.
Sementara terkait peluang ditahannya Nurdin Abdullah atas temuan barang bukti koper yang diduga berisi uang senilai 1 miliar rupiah, Hambali Talib mengatakan masih 50 banding 50.
Akan tetapi, jika memang benar barang bukti tersebut diberikan untuk Nurdin Abdullah, maka tidak ada jalan lain bagi Nurdin untuk keluar dari jeratan hukum.
”Peluang tetap ada, tapi kan perlu dilihat keterlibatannya. Apakah Gubernur terlibat di situ, atau hanya bawahannya. Ini yang belum jelas. Kalau memang nantinya pak Gub dipastikan terlibat, ya tidak ada jalan lain. Tapi kalau tidak, tentu jadi saksi saja.”
”Soal peluangnya kan masih 50:50. Dipanggil kan karena mau dimintai klarifikasi terkait uang itu, apakah memang berkaitan langsung sama pak Gubernur, atau hanya posisinya sebagai atasan langsung bawahannya saja,” lanjutnya.
Bahkan, Hambali juga menemukan keganjilan lain. Ia menilai, kecil kemungkinan bagi seorang Gubernur dengan mudah menerima undangan makan di tempat umum di waktu yang sangat larut.
Terlebih lagi, saat ini pemerintah kota Makassar masih memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat, termasuk aktivitas malam sampai pukul 22:00 WITA saja. Sehingga, makan di RM tengah malam dinilai sangat ganjil
”Rasanya memang tidak rasional. Masa ada makan tengah malam dan Gubernur dengan mudahnya menerima ajakan itu. Ini seperti settingan, seolah-olah orang itu suruhan pak Gubernur.”
”Tapi yang jelas, pak Gub memang dibawa ke Jakarta untuk dimintai keterangan soal uang itu, apakah memang mau diberikan ke pak Gubernur atau untuk siapa,” tutupnya.