27 C
Makassar
Monday, December 23, 2024
HomeDaerahSulit Dipahami Warga, KUA Bacukiki Beri Penjelasan Terkait Nikah Sirih dan Masa...

Sulit Dipahami Warga, KUA Bacukiki Beri Penjelasan Terkait Nikah Sirih dan Masa Iddah

- Advertisement -

PAREPARE, SULSELEKSPRES.COM – Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Bacukiki, Amir Said mengatakan, ada dua hal yang sulit dipahami masyarakat terkait pernikahan yang diatur dalam Syariah Islam maupun Hukum Konvensional, yakni Nikah Sirih dan Masa Iddah. Hal itu, diungkapkan Amir saat ditemui, Selasa (2/10/2018).

Amir menjelaskan, nikah sirih tidak dikenal dalam Syariah Islam, dan tidak ada praktik nikah siri pada zaman Rasulullah. Nikah sirih, kata dia, lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keluarga, dan biasanya dilakukan pihak laki-laki yang tidak memperoleh izin nikah menikah lagi dari istrinya.

“Masalahnya sekarang, banyak praktik nikah sirih yang di luar dari Syariah Islam, di mana pernikahan yang dilakukan tidak memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan dalam Islam misalnya, tidak ada wali nikah, dan tidak ada saksi nikah,” ungkapnya.

BACA: Wali Kota Parepare Serahkan Insentif RT/RW di Empat Kecamatan

Amir membeberkan, memang diboleh menikah sepanjang memenuhi rukun dan syarat sesuai ajaran Islam, namun karena adanya hukum negara sehingga harus memiliki buku nikah. Belum lagi, katanya, banyaknya persyaratan-persyaratan ketat lainnya yang harus dipenuhi, yang mengarah kepada poligami.

“Itu semua dilakukan negara untuk meminimalisir adanya praktik nikah sirih, dan memberikan perlindungan kepada perempuan,” katanya.

Amir menerangkan, kalaupun ada anak yang lahir dari hasil pernikahan sirih tersebut, maka itu tidak dapat dijadikan dasar hukum, karena dasar hukum utamanya adalah buku nikah. “Dengan demikian yang korban adalah anak dan istri,” ujarnya.

BACA: Peduli Korban Gempa Palu, LPKA Kelas II Parepare Gelar Doa Bersama dan Galang Dana

Sementara, masalah Iddah, lanjut Amir, juga menjadi persoalan karena masyarakat yang telah melakukan perceraian utamanya perempuan, langsung ingin menikah kembali tanpa melalui masa Iddah terlebih dahulu. Padahal, jelasnya, dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 235 telah tegas disebutkan bahwa pernikahan yang dilakukan dalam masa Iddah secara otomatis batal.

“Jadi, yang kami lakukan yaitu menolak berkas nikahnya, karena kami yang berdosa jika meloloskan pernikahannya. Nah jika tetap diloloskan, tentu hubungan suami istri yang dilakukan tentu tidak sah. Makanya akan tetap ditolak,” tegasnya.

Amir menambahkan, meski sudah memiliki akta cerai, atau cerai mati, namun tidak serta merta bisa langsung melakukan pernikahan, tetapi harus terlebih dahulu menyelesaikan masa Iddah selama tiga kali suci (masa haid), atau jika dalam hitungan hari terhitung selama empat bulan 10 hari atau 130 hari.

“Jika cerai namun dalam kondisi hamil, nanti setelah melahirkan baru menikah. Mudah-mudahan masyarakat bisa memahami persoalan tersebut, dan tetap patuh pada aturan Syariah Islam dan Hukum Negara,” tandasnya.

Penulis : Luki Amima
spot_img
spot_img

Headline

spot_img