30 C
Makassar
Tuesday, March 25, 2025
HomeMutiara HikmahBERBUKA PUASA, SEDERHANA DAN TIDAK MUBAZIR

BERBUKA PUASA, SEDERHANA DAN TIDAK MUBAZIR

- Advertisement -

Mutiara Ramadhan (4):

Hadi Daeng Mapuna
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)

Salah satu momen yang paling dinantikan oleh orang yang berpuasa adalah waktu berbuka. Menjelang Magrib, wajah-wajah yang sebelumnya tampak lemas berubah ceria. Apalagi ketika melihat hidangan berbuka yang tersaji dengan menggoda selera.

Di bulan suci Ramadhan, aneka kue dan makanan takjil dijajakan di berbagai tempat. Dari penganan tradisional hingga modern, dari makanan khas Nusantara hingga hidangan ala Barat, semua tampak menggugah selera. Tak jarang, keinginan untuk membeli dan menyantap semuanya muncul. Namun, ketika azan Magrib berkumandang dan tegukan pertama air membasahi tenggorokan, sering kali hanya satu atau dua jenis makanan yang benar-benar dikonsumsi. Rasa kenyang pun segera datang, menyisakan banyak hidangan yang tak tersentuh.

Hakikat Kebahagiaan dalam Berbuka Puasa

Kebahagiaan sejati dalam berbuka puasa bukan terletak pada melimpahnya hidangan, melainkan pada rasa syukur dan kebersamaan. Rasulullah saw. mencontohkan kesederhanaan dalam berbuka dengan hanya mengonsumsi kurma dan air sebelum melanjutkan makan secukupnya. Beliau bersabda, yang artinya:

“Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.” (HR. Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa berbuka puasa adalah momen kebahagiaan, baik secara fisik, karena mengakhiri lapar dan dahaga, maupun secara spiritual karena merasakan nikmat ibadah.

Sederhana dan Tidak Mubazir

Kesederhanaan dalam berbuka puasa tidak hanya membawa ketenangan jiwa, tetapi juga menjaga kesehatan dan keberkahan. Mengonsumsi makanan secara berlebihan setelah seharian menahan lapar justru dapat berdampak buruk bagi tubuh. Sebaliknya, berbuka dengan makanan yang cukup dan bernutrisi membantu tubuh beradaptasi secara optimal.

Selain itu, kesederhanaan dalam berbuka juga melatih kepekaan sosial. Dengan menghindari sikap berlebihan, kita dapat lebih peduli terhadap mereka yang kurang beruntung dan menjadikan Ramadhan sebagai momen berbagi. Rasulullah saw. Bersabda, yang artinya:

“Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Hadis ini menjadi motivasi untuk berbagi. Memberikan makanan kepada orang yang berpuasa mendatangkan pahala besar. Selain itu, berbagi juga dapat mencegah pemborosan. Banyak keluarga yang menyiapkan hidangan berlimpah saat berbuka, tetapi akhirnya tidak habis dan terbuang sia-sia. Padahal, mubazir adalah perbuatan yang tidak disukai Allah, sebagaimana firman-Nya, yang artinya:

“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Untuk menghindari mubazir, kita perlu mensyukuri makanan yang ada, mengambil secukupnya, serta makan dengan cara yang dianjurkan Rasulullah SAW.

Berbuka puasa dengan sederhana juga menghadirkan kebersamaan yang lebih bermakna. Duduk bersama keluarga atau berbagi hidangan dengan orang lain, meski sederhana, dapat menghadirkan kebahagiaan yang tidak tergantikan. Momen ini menjadi ajang refleksi bahwa kebahagiaan bukanlah soal banyaknya makanan, tetapi tentang rasa syukur dan kedekatan dengan Allah serta sesama manusia.

Dengan menjalani Ramadhan dalam kesederhanaan, kita tidak hanya menjaga kesehatan fisik dan spiritual, tetapi juga mempererat hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Semoga setiap momen berbuka yang sederhana dan tidak mubazir membawa keberkahan dan kebahagiaan yang hakiki. Wallahu a’lam. [*]

spot_img
spot_img

Headline

spot_img