MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Calon Wali Kota Palopo, Akhmad Syarifuddin atau akrap disapa Ome, ditetapkan sebagai tersangka oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu), Palopo Rabu (14/3/2018), karena diduga melakukan ujaran kebencian atau hate speech.
Meski ditetapkan sebagai tersangka, namun Ome dan wakilnya Budi Saada tetap berhak melanjutkan proses tahapan Pilwali Palopo 2018.
Ketua Bawaslu Sulsel, La Ode Arumahi mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak memiliki wewenang untuk mendiskualifikasi paslon nomor urut dua tersebut.
“Tidak bisa, itu kan pidana. Didiskualifikasi itu kalau terjadi pelanggaran yang sifatnya administratif,” ujar La Ode Arumahi, Kamis (15/3/2018).
Dia menjelaskan, awalnya laporan hate speech terhadap Ome merupakan hasil tindak lanjut dari Panwaslu Kota Palopo.
“Itu hasil tindak lanjut dari pengawas pemilu kalau pelanggaran itu sifatnya pidana ke polisi,” katanya.
Pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak penyidik kepolisian Kota Palopo terkait kasus yang menimpa Ome.
“Kita minta prosesnya berjalan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku,” ungkap Mantan Wartawan Senior Harian Pedoman Rakyat itu.
Hal yang serupa diungkapkan, Komisioner KPU Provinsi Sulsel Devisi Hukum, Khaerul Mannan mengatakan, Ome masih berstatus paslon sebelum ada keputusan yang berkekuatan hukum atas paslon tersebut.
“Sebelum ada keputusan inkrah, yang bersangkutan masih sebagai paslon dan berhak mengikuti semua tahapan,” tutur Khaerul Mannan.
Mantan pengurus Golkar Kota Palopo, Ome, yang dimintai tanggapannya mengenai penetapan sebagai tersangka atas dirinya, malah menyerahkan kepada tim pemenangannya untuk memberi komentar.
“Nanti dek melalui tim yang komen,” katanya secara singkat via pesan WhatsAppnya, Kamis (15/3/2018).
Sentra Gakumdu Palopo menetapkan Ome sebagai tersangka dugaan, ujaran kebencian karena diduga terbukti melakukan penghasutan dan penghinaan terhadap pemerintah Kota Palopo, saat melakukan kampanye dialogis di Jalan Cakalang, Kecamatan Wara Kota Palopo beberapa waktu lalu.
Ome diduga melanggar Pasal 187 KUHP junto Pasal 69 UU nomor 10 tahun 2016 tentang penghinaan, penghadutan dan adu domba.
Penulis: Abdul Latif