MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Aksi penjemputan paksa nelayan Pulau Kodingareng mulai dilakukan oleh anggota Polair Polda Sulsel. Upaya ini merupakan buntut dari aksi penolakan nelayan dan perempuan terhadap tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan pada hari Jumat, 27 Juli 2020 yang lalu.
Menurut salah satu nelayan yang enggan disebut namanya, penangkapan nelayan Kodingareng Lompo adalah aksi balas dendam PT Royal Boskalis terhadap warga Kodingareng Lompo.
“Boskalis balas dendam ini pak. karena kami tidak pernah mau ada pengambilan pasir di wilayah tangkap kami. Kami ingin Boskalis keluar dari tempat kami memancing ikan,” jelas nelayan.
Atas upaya penjemputan paksa tersebut, Plt Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional WALHI, Edo Rakhman, mengatakan bahwa upaya Polairut menjemput nelayan merupakan tindakan sewenang-wenang.
“Nelayan berhak melakukan penolakan, termasuk keras terhadap PT Royal Boskalis, karena perusahaan tidak pernah meminta izin dan meminta persetujuan nelayan dan perempuan di Kepulauan Sangkarrang sebelum menambang,” Jelas Edo.
Kemudian, melihat tensi dan eskalasi penolakan, serta ancaman kekerasan yang diterima nelayan dan perempuan di Pulau Kodingareng Lompo, maka WALHI mendesak Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk meninjau lokasi dan berdialog dengan nelayan.
“Saya rasa nelayan butuh kehadiran negara dalam kasus ini. Saya melihat Gubernur Sulsel tidak pernah hadir dan memberi perhatian kepada nelayan dan perempuan Kodingareng Lompo, maka harus ada representasi negara bersama para nelayan dan perempuan,” pungkas Edo.