MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Pemerintah daerah desa sebagai penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) yang hanya berperan sebagai eksekutor tanpa memiliki kebijakan pengelolaan dana, menimbulkan permasalahan.
Hal ini diutarakan Penjabat Sekda Provinsi Sulawesi Selatan, Tautoto Tanaranggina saat menghadiri Rapat Kordinasi Evaluasi Penyaluran DAK dan Dana Desa Semester 1 tahun 2018, di Aula Gedung Keuangan Negara, Selasa (17/7/2018) pukul 09.00 Wita.
“Penyaluran dana DAK banyak menimbulkan permasalahan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada evaluasi pelaporannya,” ungkapnya dihadapan hadirin.
Dari permasalahan tersebut, Tautoto membacakan 5 hal yang telah diinventarisir, diantaranya terkait jadwal perencanaan dan penganggaran daerah yang tidak sinkron dengan pemerintah pusat dan regulasi/Juknis Pelaksanaan DAK yang dikeluarkan Pemerintah Pusat/Kementerian Teknis seringkali terlambat.
“Sehingga hal ini tidak sesuai dengan jadwal perencanaan di daerah dan berdampak terhadap pelaksanaan DAK di daerah,” imbuhnya.
Selain itu, masalah lainnya terdapat beberapa daerah yang mendapatkan alokasi DAK, yang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah serta kurangnya koordinasi dan keterpaduan dalam pemantauan dan evaluasi DAK sehingga rawan terjadinya penyimpangan.
Yang terakhir, menurut Tautoto, yakni keterlambatan dalam penyampaian laporan dari Kabupaten ke Provinsi yang berakibat penyampaian laporan secara umum ke pusat juga terlambat.
“Dari permasalahan yang telah saya utarakan, maka kita berharap agar pemerintah pusat dapat mempertimbangkan untuk menyerahkan DAK kepada daerah sebagai bagian dari struktur APBD yang terintegrasi secara utuh,” harapnya.