MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan perkara permohonan Ketua PPP hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz, sebagai Pemohon yang merasa dirugikan atas konflik kepengurusan di PPP.
Namun, hasil sidang MK tersebut belum diketahui oleh Ketua DPW PPP versi Djan Faridz di Sulsel, yakni Taufiq Zainuddin yang juga legislator DPRD Provinsi Sulsel.
Menurutnya, PPP Sulsel kepengurusan Djan Faridz hingga saat ini belum menerima kabar mengenai hal tersebut.
“Saya belum membaca informasi itu. Kan kita bukan fokusnya di situ. Itu kan ada upaya lain. Kita fokusnya pada kasasi yang berjalan di MA (Mahkamah Agung). Kalau mengenai di MK saya belum tahu,” ujar Taufiq, saat dihubungi, Jumat (27/10/2017).
Taufik menjelaskan, bahwa PPP kepemimpinan Djan Faridz sedang fokus mengawal kasasi di MA tentang SK Menkumham yang mensahkan PPP kepengurusan Romahurmuziy.
“Yang jelas kan, kita sedang fokus kasasi di MA tentang SK menkumham atas PPP Muktamar Pondok Gede. Kita tunggu MA punya, bukan di MK,” tandas Taufiq.
Diberitakan sebelumnya, MK menolak semua permohonan Ketua DPP PPP versi Djan Faridz dari hasil Muktamar PPP di Ancol Jakarta. Hakim MK yang dipimpin Aswar mengatakan bahwa gugatan pemohon tentang kerugian konstitusional atas
Putusan dengan Nomor 24/PUU-XV/2017 dibacakan oleh Ketua MK Arief Hidayat didampingi hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis 26 Oktober 2017.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman, menjelaskan kedudukan hukum sebagai perseorangan warga negara Indonesia.
Menurut Hakim MK, selain Pemohon (Djan Faridz) menyatakan diri sebagai perseorangan warga negara Indonesia, Pemohon dalam permohonannya menguraikan pula posisinya sebagai Ketua Umum DPP PPP.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah berpendapat tidak ada kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon dengan berlakunya Pasal 40A ayat (3) UU Pilkada dan Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan Pasal 33 UU Parpol yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya sehingga Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK.