SULSELEKSPRES.COM – Tokoh Sulawesi Selatan, Ilham Arief Sirajuddin (IAS) akhirnya memutuskan hengkang dari Partai Demokrat, untuk bergabung dengan Partai Golkar.
IAS secara terbuka mengaku kecewa setelah gagal menjadi Ketua Demokrat Sulsel. Padahal pada Musda lalu dirinya unggul dalam proses pemungutan suara ditingkat DPC.
Melalui sebuah surat, IAS yang juga mantan Walikota Makassar ini mengungkapkan alasannya berpindah partai. Dia berbicara soal harga diri atau siri’, termasuk mempertanyakan proses demokratisasi dalam internal Partai Demokrat.
“Pada dasarnya saya membutuhkan penjelasan rasional yang manusiawi. Penjelasan yang menunjukkan partai yang saya cintai ini adalah partai yang berjalan di atas rel demokratis yang sebenarnya.” kata IAS dalam suratnya yang beredar, (28/5/2022).
“Saya memahami aturan tentang Ketua terpilih pada akhirnya ditentukan oleh tim 3. Tapi penjelasan rasional mengapa sya ditolak oleh tim 3 DPP, sampai saat ini tidak pernah saya dapatkan dengan sempurna.” katanya lagi.
IAS mengaku merasa tak diinginkan lagi berjuang untuk Demokrat oleh DPP. Dia mengaku ingin berada di organisasi dimana dirinya bisa lebih dihargai.
“Sulit membayangkan jika harus tetap berada dalam satu organisasi di mana para petingginya di pusat saya pahami sudah tidak menginginkan saya. Terlebih, setelah keputusan penunjukan, tidak ada upaya rekonsiliasi yang terlihat di segala tingkatan. Utamanya di tingkat DPD Demokrat Sulsel. Kenyataan ini semakin menguatkan rasa tidak dibutuhkan lagi. Di sisi ini, izinkan saya menegakkan harga diri. Siri’.” ujarnya.
Berikut surat lengkap IAS untuk SBY dan AHY:
BismillahirrahmanirrahimAssalamualaikum Alaikum Wr WbYang Terhormat,Bapak SBY dan Mas AHY
Semoga kesehatan dan kejayaan selalu menyertai Bapak sekeluarga.
Satu pekan terakhir, saya selalu berupaya mencari kesempatan dan peluang bisa menemui Bapak SBY. Namun waktu dan kesempatan belum terwujud sehingga saya memutuskan mewakilkan diri saya lewat tulisan ini.
Sebagai guru politik, orang yang saya tuakan, penting bagi saya menunjukkan rasa hormat kepada Bapak SBY. Sehingga dalam setiap momentum penting dalam hidup saya, tidak lengkap rasanya jika tidak menyempaikan kepada Bapak SBY lebih dulu.
Insya Allah saya memutuskan untuk bergabung dengan Partai Golkar pada 29 Mei 2022 nanti. Keputusan ini bukan tiba-tiba. Tapi sudah melalui perenungan panjang. Dua bulan bukan waktu yang singkat, termasuk sepanjang Bulan Ramadhan lalu.
Saya bertafakkur, meminta petunjuk-Nya, dan merenungi diri selama itu. Yang akhirnya menguatkan saya untuk memilih keputusan berlabuh ke Partai Golkar.
Saya tidak pungkiri, keputusan pindah ini lebih besar dikarenakan saya gagal mendapat kepercayaan tim Tiga DPP Demokrat untuk memimpin Demokrat Sulsel.
Padahal dalam benak saya, kami telah berjuang dan melakukan segala hal yang perlu dilakukan dalam upaya kembali memimpin Demokrat Sulsel lewat Musda itu. Kami telah membuktikan siap memberikan yang terbaik. Lewat program dan penyiapan fasilitas permanen untuk Partai. Segala syarat manusiawi sudah kami penuhi untuk menang. Termasuk memenangkan pemilihan di Musda lalu.
Saya memahami bahwa apapun yang saya terima sudah merupakan Takdir Allah Swt. Termasuk soal gagal memimpin Demokrat. Tapi di balik takdir ini, pada dasarnya saya membutuhkan penjelasan rasional yang manusiawi. Penjelasan yang menunjukkan partai yang saya cintai ini adalah partai yang berjalan di atas rel demokratis yang sebenarnya.
Saya memahami aturan tentang Ketua terpilih pada akhirnya ditentukan oleh tim 3. Tapi penjelasan rasional mengapa ssya ditolak oleh tim 3 DPP, sampai saat ini tidak pernah saya dapatkan dengan sempurna.
Padahal sebelum memutuskan maju pada Musda lalu, saya mendapat penjelasan yang begitu rasional dari BPOKK dan Sekjen bahwa saya bisa bersaing dengan fair pada musda tersebut. Harapan yang awalnya sangat terbuka bagi saya itu ternyata menjadi belati yang menikam setelah mendengar keputusan akhir DPP.
Yang semakin menyulitkan saya, tidak adanya penjelasan rasional dari DPP setelah pengumuman itu membuat saya juga tidak punya jawaban rasional kepada publik Sulsel yang bertanya mengapa saya gagal memimpin Demokrat.
Jika saya digagalkan DPP karena pernah tersandung kasus hukum, bukankah kondisi serupa juga dialami ketua terpilih pada musda Sulawesi Utara. Saya melihat ini sebagai standar ganda.
Dari hal yang saya uraikan di atas, saya berkesimpulan bahwa pemimpin tertinggi partai ini di DPP, benar-benar sudah tidak menginginkan saya lagi untuk berjuang di Demokrat. Tidak mengizinkan saya lagimeniti cita-cita politik ke depan lewat partai ini.
Atas nama cita-cita saya, saya membutuhkan organisasi di mana saya dan cita-cita saya mengabdi di kancah yang lebih besar, bisa lebih dihargai.
Sulit membayangkan jika harus tetap berada dalam satu organisasi di mana para petingginya di pusat saya pahami sudah tidak menginginkan saya. Terlebih, setelah keputusan penunjukan, tidak ada upaya rekonsiliasi yang terlihat di segala tingkatan. Utamanya di tingkat DPD Demokrat Sulsel. Kenyataan ini semakin menguatkan rasa tidak dibutuhkan lagi. Di sisi ini, izinkan saya menegakkan harga diri. Siri’.
Bapak SBY dan Mas AHY yang saya hormati.
Saya melepas baju Demokrat, tapi saya tidak pernah lupa bahwa beberapa momentum terbaik dalam hidup saya, telah saya lalui bersama Demokrat. Saya berterima kasih untuk semua itu.
Saya secara pribadi tidak akan sanggup melepas ikatan silaturahmi personal yang ada sebelumnya dengan Bapak dan Mas AHY. Itu adalah kebanggaan personal saya.
Mohon doa dan maaf saya yang tak terhingga.
Wassalamu Alaikum Wr Wb
DR Ilham Arief Sirajuddin