MAKASSAR – Delapan orang mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktifis Mahasiswa (GAM) Sulawesi Selatan ditangkap usai memblokade Jalan Tol Reformasi Makassar, Selasa (8/8/2017).
“Aksi kami dibubarkan paksa dan ditangkap. Ini sementara dalam sel Polsek Tallo Makassar ,”kata salah seorang Aktivis GAM, Yudha.
Menurutnya, pihaknya tidak akan pernah berhenti sebelum ada kepastian dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk membayar sisa uang ganti rugi lahan milik warga ahli waris Intje Koemala Versi Chandra Taniwijaya yang telah dibebaskan menjadi jalan tol saat ini.
“Meskipun ditangkap, kami tak akan menghentikan langkah kami dalam mengawal hak ahli waris yang merupakan warga kecil dan pemilik lahan yang sudah 17 tahun lamanya tak dibayar,” tegas Yudha.
Lanjut Yudha menambahkan bahwa GAM bukan menutup jalan tol, melainkan menduduki kembali lahan ahli waris yang dijadikan jalan tol namun belum rampung dibayarkan atau dibebaskan oleh Kementerian Pkerjaan Umum dan Perumahan Rakyat secara utuh.
“Waktu pembebasan lahan Menteri Pekerjaan Umun dan Perumahan Raakyat hanya berikan uang awal sebesar sepertiga dari total Rp 12 Milyar, sisanya sebesar Rp 9 Milyar lebih hingga saat ini tak kunjung dibayar kepada ahli waris Intje Koemala Versi Chandra Taniwijaya selaku pemilik lahan sah ,”tambah Yudha.
Perintah untuk segera membayarkan sisa uang ganti rugi lahan kepada ahli waris Intje Koemala Versi Chandra Taniwijaya tersebut kata Yudha dengan jelas tertuang dan dikuatkan dalam putusan Mahkamah Agung RI ditingkat PK bernomor 117/PK/Pdt/2009.
Dimana MA memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat segera membayar sisa uang ganti rugi lahan kepada ahli waris yang bersangkutan dalam hal ini Intje Koemala Versi Chandra Taniwijaya.
Sementara fatwa MA juga dengan tegas tak ingin menjawab permintaan Kementerian Pekerjaan Umum dan yang terakhir dijadikan alasan untuk menunda pembayaran sisa uang ganti rugi lahan.
“Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kan sempat menjadikan alasan terakhir pihaknya meminta fatwa kepada MA untuk menafsirkan putusan yang sudah ada. Tapi MA menolak hal itu karena pertimbangan putusan sudah ada dan bersifat final,”tandas Yudha.