Unjuk Rasa, Garda Tipikor Tuntut KPK Buat Sprindik Baru Setnov

MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Gerakan Radikal Anti Tindak Pidana Korupsi (Garda Tipikor) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (UH) menggelar aksi unjuk rasa di Jalan Penghibur Tepat di depan Anjungan Pantai Losari, Kota Makassar, Minggu (8/10/2017).

Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut KPK agar mebuat sprindik baru untuk Setya Novanto. Dalam orasinya Ketua Umum Garda Tipikor, Andi Muhammad Farhan mengatakan, Pemberantasan korupsi kembali dikebiri dengan bebasnya Novanto. Publik sudah cukup cerdas menilai apa yang terjadi dengan Setya Novanto.

“Sudah sembilan hari semenjak putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar, yang melepaskan status tersangka dugaan korupsi pengadaan e-KTP dari Ketua DPR Setya Novanto mengundang tanya,” ungkap Farhan

Bebasnya tersangka korupsi di praperadilan, kata Farhan seolah membuat kerugian negara menjadi biasa saja, sehingga korupsi telah menjadi hal yang bisa ditolerir. Dalam hal ini yang paling
dirugikan adalah masyarakat. Hilangnya uang negara akibat korupsi dinilai memberikan kerugian bagi masyarakat.

“Bagaimana mungkin triliunan rupiah hilang dikorupsi tapi tidak diproses hukum. Ini pengkhianatan terhadap masyarakat sebagai pembayar pajak,” ujar Farhan.

Masyarakat sipil perlu bersikap untuk menuntut dilakukannya proses hukum terhadap Novanto, yang diduga kuat terlibat dalam korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Kasus tersebut merugikan negara Rp 2,3 triliun.

“Sejumlah pengamat dan ahli hukum bahkan menganggap putusan Cepi janggal,” beber Farhan

Farhan menambahkan bahwa dalam kasus ini memiliki unsur politis yang cukup tinggi. Putusan Praperadilan Setya Novanto terkait penetapan tersangkanya dianggap tidak sah.
“Hal ini tentunya terlihat tidak merepresentasikan kepentingan rakyat, melainkan golongannya sendiri,” pungkas Farhan.

Selain itu, kata Farhan, setidaknya ada 6 kejanggalan dari putusan praperadilan Setya Novanto, diantarnya;

1. Pertimbangan tidak sahnya status tersangka Novanto karena dilakukan di awal penyidikan. Padahal, dalam Peraturan Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, dijelaskan praperadilan hanya menguji aspek formil. Artinya, hanya proses pencarian bukti yang diuji, bukan kadar bukti.

2. Terkait pertimbangan dalam putusan, soal penolakan bukti dari perkara lain. Hakim Cepi menolak keabsahan bukti untuk menjerat Novanto karena berasal dari perkara terdakwa lain, meski masih terkait kasus e-KTP.

3. Tampak dalam proses persidangan. Yakni perdebatan Hakim dan KPK mengenai penilaian alat bukti, maladministrasi dalam permohonan intervension yang sudah didaftarkan ke Panitera.

4. Hakim juga menolak eksepsi KPK dan mengabaikan permohonan intervensi dengan alasan gugatan tersebut belum terdaftar di dalam sistem informasi pencatatan perkara.

5. Hakim menolak memutar rekaman bukti keterlibatan Novanto dalam korupsi R-KTP. Kedua hakim menunda mendengar keterangan ahli dari KPK.

Adapun tuntunan yang dilayangkan Garda Tipikor dalam aksinya yakni:

1. Mendukung segala upaya pemberantasan korupsi di Indonesia hingga ke akarnya.

2. Mendukung tegasnya penegakkan hukum kepada pihak yang terlibat dalam Kasus Korupsi Mega Proyek e-KTP.

3. Menuntut Kpk Agar Membuat Sprindik Baru Untuk Setya Novanto.

4. Mendorong pemerintah untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)