SULSELEKSPRES.COM – Pemerintah Brunei Darussalam menangguhkan hukuman mati hukuman mati yang sudah berlangsung selama 20 tahun, kini juga berlaku bagi kasus-kasus seks sesama jenis, pemerkosaan, dan perzinahan yang diatur dalam hukum syariah Islam.
Pengumuman disampaikan oleh penguasa Brunei, Sultan Hassanal Bolkiah, dalam pidato menyambut Ramadan, Minggu (5/5/2019).
Langkah tersebut diumumkan menyusul kecaman luas dan protes terhadap pemberlakuan penuh Undang-Undang Jinayah Syariah atau Syariah Penal Code Order (SPCO).
BACA:Â Ellen DeGeneres Menentang Hukuman Rajam Kaum LGBT Brunei
“Saya menyadari terdapat bermacam-macam persoalan dan salah tanggapan mengenai pelaksanaan undang-undang yang dimaksud. Untuk itu, kami telah memberikan penjelasan. Kami juga menyadari salah tanggapan boleh saja menimbulkan pelbagai kegusaran.
“Namun, kami yakin apabila salah tanggapan itu bertukar menjadi kepahaman yang betul, maka apa yang mulanya dianggap buruk, baru akan nampak pula kebaikannya,” kata Sultan Hassanal Bolkiah dikutip dari BBC Indonesia.
Dengan adanya pengumuman Sultan Hassanal Bolkiah tersebut maka undang-undang yang menetapkan hubungan sesama jenis sebagai tindak pidana sehingga pelakunya patut diganjar dengan hukuman mati, untuk sementara tidak berlaku.
BACA:Â LGBT Hukum Mati, Hotel Brunei di AS Diboikot
Undang-undang itu semula diterapkan awal April, tetapi ditentang keras oleh banyak pihak termasuk kalangan selebriti seperti George Clooney dan Elton John.
Dari dunia politik, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Senator Ted Cruz dari Partai Republik juga turut menyampaikan kritikan pedas.
Adapun Komisioner Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet menuduh Brunei berusaha menerapkan hukum kejam dan tidak manusiawi.
Muncul pula gerakan untuk memboikot hotel-hotel mewah di seluruh dunia yang dimiliki oleh badan investasi kesultanan Brunei.
Negara kecil yang kaya tersebut sebelumnya konsisten membela haknya untuk melaksanakan undang-undang yang sempat menggemparkan dunia.
Syariah Penal Code Order, hukum pidana yang memuat hukuman fisik seperti potong tangan, cambuk dan hukuman mati dengan dirajam, pertama kali pertama diperkenalkan Brunei pada 2014 dan diterapkan secara bertahap sejak itu.