24 C
Makassar
Wednesday, March 26, 2025
HomeOpiniEfisiensi Anggaran, MBG, dan Asa Publik

Efisiensi Anggaran, MBG, dan Asa Publik

- Advertisement -

Oleh Hadi Daeng Mapuna
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar)

Hari-hari terakhir ini, ramai dibicarakan orang, terutama para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Aparat Sipil Negara (ASN) adalah Efisiensi atau pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Betapa tidak, kebijakan ini telah membawa keresahan bagi para PNS dan ASN yang menerima gaji dan penghasilan lainnya dari anggaran pemerintah (APBN). Ketika anggaran dipangkas, maka tentu akan berimbas pada berkurangnya penghasilan dan fasilitas yang bisa didapat sebagai mana sebelum kebijakan ini diambil oleh Presiden Prabowo.

Selain itu, pemangkasan anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 ini, membuat sejumlah program dan agenda kegiatan yang sudah direncanakan jauh sebelumnya, harus dibatalkan atau minimal direvisi sehingga anggaran yang digunakan lebih sedikit. Semua kementerian, lembaga, dan satker-satker harus merevisi seluruh programnya sehingga sesuai dengan anggaran yang diberikan, yang jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya menyusut hingga di atas 60%. Bahkan IKN dan Kementerian PU di atas 70 %.

Presiden Prabowo Subianto mengambil kebijakan ini dimaksudkan untuk membiayai program-program inisiatif utama pemerintah, termasuk program makan siang gratis (MBG) bagi lebih dari 82 juta anak dan ibu hamil, yang diperkirakan memerlukan anggaran tahunan sebesar $28 miliar atau sekitar Rp. 457 trilyun. Prabowo juga ingin memastikan bahwa anggaran harus digunakan untuk program-program prioritas yang langsung bermanfaat bagi masyarakat.
Pengeluaran-pengeluaran yang dianggap tidak produktif harus dihilangkan.

Anggaran Besar Makan Bergizi Gratis (MBG)

Salah satu alasan yang membuat Presiden Prabowo mengambil kebijakan pemangkasan anggaran adalah untuk membiayai Program MBG, yang menjadi program unggulan dalam masa kepemimpinanya. MBG merupakan janji Prabowo – Gibran saat kampanye Pilpres 2024 lalu. Itulah sebabnya Prabowo sangat mengutamakan program MBG karena ia tidak ingin dicap sebagai presiden yang mengingkari janji-janjinya saat kampanye.

Dari segi biaya, MBG menyerap anggaran yang cukup besar. Perkiraan biaya tahunan program MBG bervariasi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa anggaran tahunan yang diperlukan dapat mencapai Rp420 triliun per tahun. (cnnindonesia.com).

Sementara, laporan lain menyebutkan kebutuhan anggaran sebesar $28 miliar atau sekitar Rp. 457 trilyun per tahun untuk menjangkau lebih dari 82 juta penerima manfaat. Dengan demikian, selama lima tahun dibutuhkan anggaran sekitar Rp. 2.285 T. Angka yang cukup fantastik.

Sebetulnya, jika dicermati lebih dalam, Program MBG merupakan program yang tidak terencana secara matang, baik dari segi operasional pelaksanaan maupun anggaran yang diperlukan, baik besaran dan sumbernya. MBG dapat dikatakan sebagai program tiba masa tiba akal. MBG disegerakan sebelum melalui analisis dan kajian ilmiah yang mendalam, hanya karena Presiden Prabowo ingin segera menunjukkan bahwa beliau dapat diparcaya.

Mengingat demikian besarnya biaya yang dibutuhkan, maka Presiden Prabowo seharusnya melakukan evaluasi dan menata ulang program MBG sehingga program tetap berjalan tetapi anggaran dapat ditekan. Jika selama ini program MBG diberikan setiap hari, mungkin dapat diubah menjadi seminggu sekali, misalnya. Pelaksananya juga perlu dievaluasi dan sebisa-bisanya melibatkan Usaha Menengah Kecil (UMK) dalam mengelola MBG.

Asa Publik

Pada hari-hari pertama Prabowo menjabat sebagai Presiden RI menggantikan Joko Widodo, harapan masyarakat sempat melambung tinggi.
Prabowo dipandang akan mampu membawa perubahan-perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prabowo akan menjadi anti tesa terhadap Joko Widodo. Sebab masyarakat menilai, Presiden Jokowi telah membuat banyak masalah, dalam bidang ekonomi, politik, hukum dan bidang-bidang lainnya. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Jokowi malah meninggalkan utang negara ribuan trilyun.

Asa rakyat melambung saat mendengarkan pidato Prabowo sesaat setelah dilantik. Di dalam acara pelantikan tersebut, Prabowo menyampaikan pidato yang sebagian besar tanpa teks, dengan penuh semangat. Prabowo memang dikenal sangat bersemangat jika berpidato. Bahkan biasanya sampai menggebrak meja atau podium.

Prabowo tampak sangat menguasai apa yang ingin beliau sampaikan.
Beliau mengemukakan apa yang menjadi komitmen, cita-cita dan harapan-harapannya dalam menjalankan pemerintahan. Tekadnya tampak sangat kuat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang rakyatnya sejahtera, berani menghadapi tantangan dan rintangan yang tidak ringan saat ini, serta pemerintahan yang bersih, bebas kolusi dan korupsi. Untuk yang disebut terakhir, Prabowo menegaskan bahwa dirinya akan memimpin pemerintahan yang bersih, bebas kolusi dan korupsi.

Prabowo juga menegaskan tekadnya untuk mencapai swasembada pangan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Demikian juga swasembada energy sehingga Indonesia tidak tergantung pada negara lain, terutama saat situasi global tidak menguntungkan.

Pemihakannya terhadap wong cilik juga menjadi fokus pemerintahan Prabowo. Beliau menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat banyak. Hanya saja kita tidak memiliki kepandaian untuk mengelolanya. Oleh karena itu, Ia bertekad memaksimalkan pengelolaan SDA demi kesejahteraan masyarakat.

Pidato Pelantikan yang berisi komitmen dan tekad Prabowo tak ayal mengundang decak kagum sebagian besar masyarakat yang mendengarkannya.
Keraguan akan kemampuan Prabowo dalam mengemban amanah Presiden RI, berangsur-angsur hilang.

Ternyata Prabowo cukup cerdas dalam mengemas pikiran-pikirannya yang disampaikan secara lisan (tanpa teks). Ini dapat dibaca sebagai sesuatu yang sangat murni keluar dari lubuk hati yang paling dalam, mengalir keluar dalam bentuk ucapan. Bukan suatu naskah yang dibuat oleh staf ahli atau Staf Kepresidenan.

Karena itu, sampai di sini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Prabowo yang baru dilantik sebagai Presiden RI telah menimbulkan rasa optimisme dan harapan yang tinggi akan terjadinya perubahan-perubahan yang signifikan di negeri ini.

Asa publik seketika tercurah kepada Prabowo yang diharapkan menjadi figur terpercaya, tegas, dan komit terhadap janji-janjinya. Publik berharap, Prabowo tidak sekedar mampu mengumbar janji tetapi sekaligus mampu merealisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Demikian juga ia diharapkan mampu memimpin pemerintahan yang bebas kolusi dan korupsi serta mengurangi ketergantungan Indonesia dengan negara lain.

Namun, dalam 100 hari masa kepemimpinannya berlalu, Prabowo mulai membuat asa masyarakat melorot ke titik terendah. Ia membuat kebijakan pemangkasan anggaran untuk menutupi biaya MBG yang sangat besar serta membayar bunga utang jatuh tempo. Selain itu, di HUT Gerindra yang ke-17, Prabowo dengan tanpa tedeng aling-aling, memamerkan kemesraannya dengan mantan presiden Joko Widodo. Mereka berdua bahkan saling memuji saat menyampaikan pidato.

Suasana tersebut tentu sangat bertentangan dengan harapan publik. Prabowo diharapkan menyeret Jokowi ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya yang banyak merugikan negara ini. Alih-alih menyeretnya ke meja hijau, Prabowo malah memuji-memuji Jokowi atas jasa-jasanya yang telah mengantarkannya menjadi presiden.

Masih kah kita bisa berharap bahwa Presiden Prabowo Subianto benar-benar akan mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju, bangsa yang makmur, sejahtera, adil, mandiri dan disegani oleh bangsa-bangsa lain?
_Wallahu a’lam. (*)

spot_img
spot_img

Headline

spot_img