Hari Kakatua Indonesia: Profauna Kampanyekan Larangan Perdagangan Burung Nuri dan Kakatua

MAKASSAR – Organisasi Protection Of Forest And Fauna (Profauna) Indonesia mengelar kampanye publik mengajak masyarakat untuk tidak membeli satwa jenis burung Nuri dan Kakatua. Kampanye itu disampaikan ke publik memperingati Hari Kakatua Indonesia di Flyover, Jalan Pettarani-Urip Sumiharjo, Makassar, Sabtu (16/9/2017).

Dalam kampanye publik itu sejumlah aktivis Profauna mengenakan kostum burung Nuri Bayan sambil membentangkan spanduk berisi ajakan agar masyarakat tidak lagi membeli dan memelihara burung Nuri dan Kakatua.

Juru Kampanye Profauna Indonesia Bayu Sandi mengatakan, ajakan untuk tidak membeli burung nuri dan kakatua itu dilakukan karena sebagian besar, lebih dari 95% burung nuri dan kakatua yang diperdagangkan adalah hasil tangkapan dari alam. Burung-burung itu ditangkap dari habitat aslinya di Maluku Utara, Maluku, Sulawesi dan Papua.

BACA: Pakai ‘Capung Besi’, Yayasan Kalla Tabur Benih di Hutan

“Dengan tidak membeli burung nuri dan kakatua yang diperdagangkan itu kita turut memotong rantai perdagangannya. Momen hari Kakatua Indonesia ini menjadi momen yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pelestarian burung Nuri dan Kakatua,” kata Bayu Sandi.

Ia juga menekankan, burung kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea) yang notabene sudah dilindungi undang-undang saja masih tinggi tingkat perdagangannya. Tentunya, nasib yang lebih mengenaskan dialami oleh spesies lain yang belum dilindungi, seperti kakatua putih (Cacatua alba) dan kasturi termate (Lorius garrulus) yang berstatus endemik Maluku Utara.

“Profauna sudah dibentuk sejak tahun 2005 mendorong pemerintah agar menetapkan Kakatua putih sebagai satwa dilindungi, tetapi sampai detik ini belum terwujud padahal populasinya di alam sudah menurun drastis dan tingkat perburuannya masih tinggi,” tegas Bayu.

Hasil investigasi dan monitoring Profauna dalam dua tahun terakhir menunjukkan bahwa tingkat penangkapan dan perdagangan burung paruh bengkok, khususnya yang berasal dari Maluku Utara juga masih sangat tinggi.

Investigasi terbaru Fauna selama bulan November 2016 sampai Januari 2017 menunjukkan bahwa para penangkap burung nuri dan kakatua di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara juga masih tinggi. Pada kurun bulan itu ada sekitar 3000 ekor burung kakatua kasturi ternate dan nuri bayan yang ditangkap dari alam.

Masih tingginya penangkapan burung di Kabupaten Halmahera Selatan itu karena dipicu oleh adanya permintaan dari pengepul burung. Para pengepul itu kebanyakan menerima pesanan dari pembeli, sebagian besar dari Jawa dan Filipina.

Harga burung kakatua putih dan kasturi ternate akan melonjak tinggi ketika sudah sampai di Jawa. Sebagai gambaran, harga seekor kakatua putih bisa mencapai Rp 3,5 juta, jika dijual di Jawa, sedangkan Kasturitemate Rp 2 juta.

Burung Nuri dan Kakatua merupakan salah satu kekayaan alam khas Indonesia yang sulit dijumpai di bagian dunia lain. Di Indonesia terdapat sekitar 89 spesies Burung Paruh Bengkok, dengan 14 spesies di antaranya sudah dilindungi secara hukum.

Menurut UU no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta PP no 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar siapapun dilarang keras untuk menangkap, menjual, membeli, maupun memelihara jenis satwa dilindungi.

“Profauna juga mendesak agar pemerintah segera memasukkan putih dan kasturi ternate dalam daftar satwa dilindungi, untuk memastikan secara hukum burung endemik Maluku utara ini tidak lagi diperdagangkan,” pungkas Bayu.