MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Habitat perairan Sungai Garoppa, Desa Sawaru, Camba, Maros terancam terkontaminasi dengan limbah medis kategori B3.
Praktik pencemaran limbah medis ini diketahui, setelah seorang warga mengunggah dua foto yang memperlihatkan oknum petugas Puskesmas Camba, Maros dengan sengaja membuang sampah medis tersebut ke jurang tepi jalan Poros Camba-Bone.
Terlebih, bila saat hujan, menurut Kepala Penegakkam Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi, Muhammad Nur, limbah tersebut hanyut ke perairan Sungai.
“Kalau hujan keras sampah jatuh kesungai, padahal itu bercampur limbah medis dan sampah organik,” ujar Nur kepada Sulselekspres.com, Selasa (11/9/2018).
Mengenai itu, salah seorang Guru Besar Kesehatan Lingkungan (Kesling) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Dr. Anwar Daud mengatakan, limbah medis tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat, apalagi tanpa diolah terlebih dahulu.
“Limbah yang berasal dari Puskesmas terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah yang paling berbahaya adalah limbah B3 yang termasuk di dalamnya; limbah infeksius dan kimia berbahaya,” jelasnya kepada Sulselekspres.com, Selasa (11/9/2018).
Jika limbah infeksius tersebut dilepas ke lingkungan, katanya sangat berbahaya, karena mengandung virus, bakteri, jamur, parasit penyebab penyakit infeksi. Sedang, bahan-bahan kimia berbahaya dapat menimbulkan penyaki non-infeksi.
“Jika zat kimia itu masuk ke dalam badan air lalu air itu diminum atau digunakan untuk memasak dan mandi dapat membahayakan kesehatan,” imbuhnya.
Melihat kondisi limbah yang berdekatan dengan aliran sungai. Hal ini menurutnya, dapat berlangsung secara akut jika konsentrasinya tinggi atau dapat terjadi secara kronik bila terakumulasi di lingkungan utamanya pada biota perairan seperti ikan atau kerang-kerangan.
“Bila ikan yang sudah terkontaminasi limbah medis, lalu dikonsumsi betul berbahaya,” tegasnya.
Tak hanya itu, Anwar menegaskan, bahwa limbah medis puskesmas wajib hukumnya diolah terlebih dahulu, sama halnya seperti limbah rumah sakit pada umumnya.
“Apalagi kalau puskesmas itu puskemas perawatan, limbah medis puskesmas bukan diolah secara sederhana,” selanya.
Menurutnya, pengelolahan limbah haruslah komplit dengan memakai teknologi yang canggih. “Walaupun itu sistemnya Areob- anaerob, tapi (juga) harus dilengkapi dengan membrane dan HMP untuk menyaring bahan kimia berbahaya di dalam air limbah,” ringkasnya.
Lebih jauh, Anwar mengungkap, bila pihak puskesmas yang diduga sengaja mencemarkan limbahnya dan tidak memiliki IPAL, maka pada tahun 2019 mendatang, hak untuk menerima pasien BPJS, bakal dicabut. Tentu ini bakal berdampak langsung bagi masyarakat setempat.
“Itu aturan. Tapi bukan sekedar punya harus ada izin lingkunganya dan ini dapat diperoleh jika air limbahnya dikeluarkan itu telah memenuhi syarat baru bisa diberi izin.” Anwar menyambungkan.
Saat ini, lokasi pembuangan limbah tersebut telah dipasangkan PPNS Line dan papan pemberitahuan.
“Artinya sudah masuk dalam ranah penegakan hukum.” jelas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulsel, Andi Hasbi kepada Sulselekspres.com, Selasa (11/9/2018).
Penulis: Agus Mawan