MAKASSAR, SULSELEKSPRES.COM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) terus menggenjot penambahan tersangka dalam kasus korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020.
Kali ini, dua orang eks Kepala Bidang Pajak dan Retribusi Daerah pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar ditetapkan sebagai tersangka.
“Kedua tersangka masing-masing inisial JM dan HB,” ucap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Kejati Sulsel, Senin (8/5/2023).
Penetapan keduanya sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar tersebut, berdasarkan dua alat bukti sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, kedua eks Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar itu langsung digiring ke Lapas Klas 1 Makassar. Keduanya ditahan selama 20 hari ke depan tepatnya terhitung sejak hari ini, 8 hingga 27 Mei 2023 di sel Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas 1 Makassar.
“Keduanya ditahan guna kepentingan penyidikan berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana,” terang Yudi.
Dua eks Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar yakni inisial JM dan HB disebut turut serta atau bersama-sama dengan inisial GM yang terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Kabupaten Takalar Tahun 2020.
Di mana sekitar Februari 2020 hingga Oktober 2020 tepatnya di daerah perairan Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar telah dilaksanakan kegiatan penambangan mineral bukan logam dan batuan berupa pengerukan pasir laut yang dilakukan oleh PT. Boskalis Internasional Indonesia dalam wilayah konsesi milik PT. Alefu Karya Makmur dan PT. Banteng Laut Indonesia.
Hasil dari penambangan pasir laut tersebut, kemudian digunakan dalam kegiatan reklamasi pantai di Kota Makassar tepatnya pada proyek pembangunan Makassar New Port Phase 1B dan 1C.
Dalam aktivitas penambangan pasir laut oleh pemilik konsesi yakni PT. Alefu Karya Makmur dan PT. Banteng Laut Indonesia, diberikan nilai pasar/ harga dasar pasir laut oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar yang saat itu dijabat oleh tersangka inisial GM sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan oleh Kepala BPKD Kabupaten Takalar menggunakan nilai pasar/ harga dasar pasir laut sebesar Rp7.500,-/M3.
Nilai yang diberikan oleh inisial GM tersebut, bertentangan atau tidak sesuai dengan nilai pasar/ harga dasar pasir laut sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor: 1417/VI/TAHUN 2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 09.a tahun 2017 tanggal 16 Mei 2017 tetang Pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, serta dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 27 tahun 2020 tanggal 25 September 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Pada peraturan-peraturan tersebut di atas, disebutkan bahwa nilai pasar/ harga dasar laut ditetapkan sebesar Rp10.000 /M3.
“Penurunan nilai pasar pasir laut dalam SKPD yang diterbitkan oleh terdakwa GM tidak terlepas dari peran dan kerja sama yang dilakukan oleh Mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar tahun 2020 yakni tersangka JM pada PT. Alefu Karya Makmur dan tersangka HB pada PT. Banteng Laut Indonesia,” jelas Yudi.
Atas penyimpangan yang terjadi pada penetapan nilai pasar/ harga dasar pasir laut tersebut, mengakibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar mengalami kerugian sebesar Rp7.061.343.713 sebagaimana hasil audit Inspektorat Sulsel tepatnya audit bernomor: 700.04/751/B.V/ITPROV tanggal 3 Februari 2023.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka baru yakni inisial JM dan HB disangkakan melanggar Pasal Primair berupa Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP dan Pasal Subsidair yakni Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.