JAKARTA, SULSELEKSPRES.COM – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berharap, pemilihan kepala daerah serentak pada 2018, harus lebih baik dari sebelumnya. Pesta demokrasi ini, harus lebih berkualitas. Bebas hoax dan ujaran kebencian.
“Peran media massa perlu dioptimalkan untuk Pilkada yang lebih baik, sehingga tidak dimanfaatkan untuk menyebar hoax oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Perlu bersinergi dengan asosiasi media-media,” kata Tjahjo lewat pesan singkatnya yang diterima di Jakarta, dilansir dari situs resmi kemendegari, Selasa (17/10).
Pemerintah sendiri, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kata Tjahjo, telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pemilihan kepala daerah tahun 2017. Ada beberapa catatan dari hasil evaluasi tersebut. Catatan pertama, Pilkada serentak 2017, diikuti 101 daerah, dengan rincian 7 provinsi, 76 kabupaten dan 18 kota. Pemilihan serentak kemarin, melibatkan 44,4 juta pemilih, dengan total biaya APBD Rp 5,8 triliun.
“Pilkada diikuti 310 pasangan calon dengan rincian 24 cagub dan wagub, 236 calon bupati dan calon wakilnya, 50 calon walikota dan wakilnya. Dan jumlah pasangan tunggal meningkat dari 3 pasangan pada 2015, menjadi 9 pasangan di 2017,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Tjahjo, dari sisi tingkat partisipasi juga meningkat tajam. Rata-rata tingkat partisipasi mencapai 74,2 %, dibanding tahun 2015 yang hanya sampai pada angka 65-70%. Selain itu, secara umum, Pilkada berjalan sukses dan terjadi lonjakan tingkat partisipasi yang tinggi pada beberapa daerah, misalnya DKI Jakarta
“Walaupun berjalan lancar, terjadi PSU di 71 TPS, serta konflik pasca Pilkada pada 5 kabupaten di Papua,” katanya.
Catatan lain dari hasil evaluasi Pilkada serentak 2017, animo masyarakat terhadap Pilkada meningkat. Walau pada beberapa daerah maish masih terkendala dengan e-KTP. Kebijakan surat keterangan atau Suket cukup efektif untuk mengatasinya. Catatan lainnya, dari 310 pasangan calon yang berkompetisi, masih belum berkembang budaya siap kalah dan siap menang.”Terjadi PSU pada 71 TPS, serta mengerahkan massa tidak menerima kekalahan yang anarkis,” tegasnya.
Menghadapi pemilihan serentak serupa pada 2018, ujar Tjahjo, diperlukan penguatan integritas dan kapasitas penyelenggara. Karena faktanya sebanyak 37 pengaduan ke DKPP, terkait dengan penyelenggara. Selain itu, parpol juga harus memberikan pendidikan politik yang lebih baik. “Dari 310 pasangan calon, 241 diusung parpol, 69 pasangan calon tidak melalui parpol. Jumlah ini meningkat dari tahun 2015,” kata dia.
Tjahjo menambahkan, dukungan pemerintah untuk memetakan potensi konflik dan identifikasi kerawanan pra dan pasca pilkada, terus dioptimalkan. Serta yang tak kalah penting, memperkuat koordinasi dengan BIN dan kepolisian di daerah. “Terkait dengan berkembangnya perilaku hoax dan antisipasi isu SARA yang akan mengganggu kualitas Pilkada 2018, dapat diambil beberapa langkah,” ungkapnya.
Langkah pertama, kata dia, memetakan secara detail wilayah-wilayah yang media sosialnya berperan aktif dan jumlahnya banyak. Langkah kedua, sinergi dengan ahli IT. Ini sangat penting untuk melakukan blokir terhadap media-media abal-abal yang sering menebar fitnah dan kebohongan. Langkah ketiga, mendorong Pemda untuk mengalokasikan dukungan dana yang proporsional untuk sosialisasi Pilkada yang bermartabat. Langkah keempat, para pasangan harus gencar mempublikasikan gagasan dan idenya melalui media dengan berpedoman pada RPJMD yang ada.
“Langkah lainnya, penyelenggara bersama pemerintah harus merangkul tokoh-tokoh masyarakat, untuk menjaga netralitas ASN. Juga harus ada sanksi yang nyata dan riil terhadap pelanggaran netralitas ASN oleh pemerintah, sebagai shock therapy bagi ASN lainnya,” tutur Tjahjo.